Ang Lee benar-benar menunjukkan kemampuannya sebagai sutradara handal saat menggarap Life of Pi. Lee mampu menghadirkan film penuh warna tanpa mengabaikan jalan ceritanya yang indah. Dia tak banyak menyimpang dari novel karya Yann Martel yang menjadi dasa
Penulis: Antonius Eko
Editor:

Ang Lee benar-benar menunjukkan kemampuannya sebagai sutradara handal saat menggarap Life of Pi. Lee mampu menghadirkan film penuh warna tanpa mengabaikan jalan ceritanya yang indah. Dia tak banyak menyimpang dari novel karya Yann Martel yang menjadi dasar film ini.
Tokoh dalam film ini adalah Pi Patel. Nama lengkapnya Piscine Molitor Patel. Nama unik itu diberikan sang paman karena terkagum-kagum dengan kolam renang di Prancis. Namun Piscine lebih suka dipanggil Pi setelah teman-temannya memelesetkan namanya menjadi Pissing (urin).
Ayah Pi mengelola kebun bintang di India dan Pi memiliki hubungan dekat dengan hewan-hewan itu, terutama harimau Bengali bernama Richard Parker, nama itu akibat kesalahan pencatatan. Namun sang ayah, Santosh Patel melarang Pi dekat-dekat dengan hewan buas itu.
Sejak kecil Pi selalu ‘mencari’ Tuhan. Dia dibesarkan sebagai penganut Hindu, tapi saat 12 tahun Pi mendalami Katolik dan kemudian Islam. Dia menjalani ketiga agama itu hingga dewasa. Sementara Santosh lebih percaya akal sehat ketimbang agama.
Suatu ketika kondisi politik di India memanas. Santosh memutuskan menutup kebun bintang dan membawa keluarga serta seluruh hewannya pindah ke Kanada. Saat mengarungi Samudera Pasifik, kapal Jepang yang mereka tumpangi tenggelam dihantam badai dahsyat. Seluruh penumpang tewas, hanya Pi yang selamat naik ke sekoci, ditemani zebra, orangutan, hyena dan Richard Parker. Satu persatu teman seperjalanan Pi dibunuh oleh hyena, sampai hewan menyebalkan itu mati diterkam Richard Parker.
Kini tinggal Pi dan Richard Parker di skoci penyelamat itu. Awalnya Pi selalu menjauh, dia masih tergiang-ngiang dengan ajaran sang ayah betapa berbahayanya harimau itu. Namun, akhirnya keduanya spesies itu bisa saling menghormati dan bekerja sama untuk bertahan hidup. Banyak kejadian lucu dan haru menyertai perjalanan mereka mulai dari berebut ikan sampai bersama-sama berjuang mengatasi amukan gelombang ganas di tengah laut. Di antara hidup mati itu, Pi mulai bertanya-tanya maksud Tuhan memberi cobaan ini.
Suatu ketika, Pi terdampar di sebuah pulau yang dipenuhi hewan meerkat. Pi dan Richard Parker menemukan sumber makanan dan air tawar, sehingga keduanya bisa memulihkan kekuatan. Namun saat malam terjadi keanehan. Air danau menjadi asam dan membunuh ikan-ikan di dalamnya. Pi juga menemukan gigi manusia di dalam tumbuhan dan menyimpulkan tumbuhan itu karnivora. Saat itulah Pi sadar Tuhan tak pernah jauh, Dia selalu menjaganya dan banyak memberi tanda untuk melanjutkan hidup.
Skoci penyelamat itu akhirnya terdampar di pantai Meksiko. Pi pun menangis, bukan hanya karena berhasil selamat tapi juga ditinggal Richard Parker, yang memutuskan pergi tanpa salam perpisahan, setelah kapal mendarat di pantai. Tak ada satu pun yang percaya dengan kisah Pi ini termasuk perwakilan dari perusahaan kapal Jepang yang mencari fakta penyebab karamnya kapal mereka.
Sepanjang film saya selalu tersenyum, bukan hanya karena teknologi 3D yang dipakai, tapi juga aneka warna yang dihadirkan di layar. Ang Lee memanfaatkan teknologi itu hingga batas tertingginya. Ganasnya lautan sangat terasa mengerikan, seolah terjadi di depan mata. Namun ketengangan itu berkurang dengan tingkah Pi yang polos dan indahnya hubungan manusia dan hewan. Inilah salah satu calon film terbaik tahun ini dan saya tak ragu untuk bilang sempurna.