Mahkamah Konstitusi (MK) menilai substansi permohonan uji materi Undang-Undang Pemilihan Presiden yang diajukan Yusril Ihza Mahendra salah.
Penulis: Abu Pane
Editor:

KBR68H, Jakarta - Mahkamah Konstitusi (MK) menilai substansi permohonan uji materi Undang-Undang Pemilihan Presiden yang diajukan Yusril Ihza Mahendra salah.
Ketua MK, Hamdan Zoelva mengatakan, dalam permohonannya, Yusril hanya meminta MK untuk menguji Pasal 6 tentang pengaturan pemilu serentak. Padahal MK hanya bisa menafsirkan pasal tersebut, jika permohonan pengujiannya berkaitan dengan UUD 1945.
Sementara Yusril, tidak meminta MK membandingkan Undang-Undang Pemilu dengan UUD 1945. Atas dasar itu MK menolak permohonan Yusril.
"Sebenarnya diktum petitum permohonan Pak Yusril itu tidak tepat. Yang dia mohonkan adalah penafsiran Pasal 6 UUD dalam bentuk seperti fatwa. Bagaimana sih tafsirnya pasal 6 UUD itu. Sementara ketentuan konstitusi, penafsiran MK itu harus terkait pengujian pasal UU. Sementara yang dimohonkan Pak Yusril, sama sekali tidak dikaitkan dengan pasal UU yang hendak diuji. Tetapi penafsiran secara mandiri. Itu tidak bisa," ujar Hamdan di Jakarta, Jumat (21/3).
Pakar Hukum Tata Negara Yusril Ihza Mahendra mengaku kecewa dengan Keputusan MK yang menolak menguji Undang-Undang Pemilu. Dalam Pasal 6 Undang-Undang Pemilu disebutkan, Partai politik atau gabungan partai politik harus mengajukan calon presiden dan wakil presidennya sebelum pemilu dimulai. Sedangkan saat ini, pemilu dibagi dua waktu. Yakni Pemilihan Legislatif dan Pemilihan Presiden. Menurut Yusril pasal ini harus ditafsirkan agar tidak bertentangan dengan UUD 1945.
Editor: Anto Sidharta