Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) segera meminta fatwa Mahkamah Agung untuk mendapat tafsir hukum tentang pengertian kampanye. Hal ini disampaikan KPI saat menerima seribuan petisi masyarakat sipil yang mendesak KPI menghukum pemilik stasiun televisi yang
Penulis: Sasmito
Editor:

KBR68H, Jakarta - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) segera meminta fatwa Mahkamah Agung untuk mendapat tafsir hukum tentang pengertian kampanye. Hal ini disampaikan KPI saat menerima seribuan petisi masyarakat sipil yang mendesak KPI menghukum pemilik stasiun televisi yang menyalahgunakan frekuensi publik untuk kampanye politik.
Ketua KPI, Judhariksawan mengatakan sulit menghukum pemilik stasiun televisi karena selama ini mereka mengakali aturan kampanye. Dalam aturan tersebut kategori kampanye di televisi harus akumulatif menampilkan visi misi, program parpol serta mengajak kampanye. Pemilik stasiun televisi sekaligus politikus berdalih tak berkampanye di televisi karena tak menampilkan hal-hal tersebut secara akumulatif.
“Supaya ini tidak menjadi simpang siur. Publik tidak dibigungkan oleh kondisi ini. Kami telah menyurat kepada Mahkamah Agung untuk menginterpretasi atau menafsirkan, apakah benar kampanye itu harus akumulasi. Kenapa MA, karena merekalah yang berhak menafsirkan. Supaya KPU, Bawaslu dan KPI memiliki pegangan yang sama,” jelas Judhariksawan di depan gedung KPI Jakarta.
Ketua KPI, Judhariksawan juga membantah lembaganya tidak memberikan sanksi kepada stasiun televisi yang dimiliki politisi seperti yang dituduhkan masyarakat.
Menurutnya, KPI telah memberikan sanksi berupa teguran kepada 6 televisi swasta karena tak proporsional dalam menyiarkan program politik Pemilu 2014. Di antaranya Global TV, MNC TV, RCTI, Global TV, ANTV, TV One dan Metro TV. Selain itu, KPI juga telah memberikan surat edaran kepada lembaga penyiaran tentang penggunaan frekuensi publik sebagai pencegahan penyalahgunaan.
Editor: Anto Sidharta