indeks
Kasus Sumber Waras, BPK Minta Pemprov DKI Kembalikan 191 Miliar

"Kalau tidak dikembalikan ada sanksi pidananya. Sanksinya ada bisa dipenjara 1 tahun 6 bulan. "

Penulis: Randyka Wijaya

Editor:

Google News
Kasus Sumber Waras, BPK Minta Pemprov DKI Kembalikan 191 Miliar
Ilustrasi (sumber: Antara)

KBR, Jakarta- Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mendesak Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta untuk mengembalikan kerugian negara senilai Rp 191 miliar atas hasil audit pembelian lahan Sumber Waras. Ketua BPK, Harry Azhar Azis mengatakan ada sanksi pidana yang menanti apabila tak ditindaklanjuti pemprov.

"Itu kan ada indikasi kerugian negara yang ditulis di dalam laporan 191 miliar. Nah itu harus di kembalikan. Ya itu kewajiban undang-undang oleh Pemprov DKI. Pemprov DKI yang harus mengembalikan. Kalau tidak dikembalikan ada sanksi pidananya. Sanksinya ada bisa dipenjara 1 tahun 6 bulan. Penegak hukum yang menentukan (tersangka), kita bukan penegak hukum," kata Harry Azhar Azis di gedung BPK Jakarta, Senin (20/06/2016).


BPK mengacu pada UUD 1945, Pasal 23E Ayat 3 bahwa Pemprov harus menindaklanjuti temuan audit investigasi tersebut.


Kata dia, seharusnya hasil audit itu ditindaklanjuti Pemprov terhitung 60 hari sejak hasil audit itu dikeluarkan.


"Di UU 60 hari, sekarang sudah lewat 60 hari," imbuhnya.


Hasil pertemuan KPK dengan BPK hari ini menghasilkan beberapa kesepakatan. Antara lain KPK menyatakan, sampai saat ini belum ditemukan perbuatan melawan hukum dalam pengadaan lahan Sumber Waras. Sehingga, persoalan Sumber Warars belum dinaikkan ke tahap penyidikan. Meski begitu, KPK tidak menegasikan hasil audit investigasi BPK.


"Belum ditemukan perbuatan melawan hukum tindak pidana korupsi (tipikor), sehingga belum membawa permasalahan RSSW ke ranah penyidikan tipikor," kata Agus Rahardjo di tempat yang sama.


Sementara itu, BPK tetap berpegang bahwa telah terjadi penyimpangan dalam pengadaan lahan Sumber Waras. Sehingga Pemprov DKI hasus menindaklanjuti hasil audit investigasi tersebut.


Kesepakatan lainnya adalah, kedua lembaga menghormati kewenangan masing-masing. BPK dan KPK berjanji akan saling bersinergi dalam melaksanakan tugas pokoknya dalam pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi.


Pedoman

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) akan mendalami perbedaan pedoman aturan soal pengadaan lahan Rumah Sakit Sumber Waras. Ketua KPK Agus Rahardjo mengatakan pendalaman tersebut akan dibahas oleh tim teknis kedua belah pihak.

"Tadi kita sepakat akan didalami oleh tim teknis, mudahan-mudahan pendalaman ini nanti bisa lebih bulat lagi. Bisa saja ada penyimpangan administrasi, tapi penyimpagan administrasi belum tentu otomatis jadi tindak pidana. Jadi kita dalami itu dulu baru nanti ke masyarakat," kata  Agus Rahardjo di Gedung BPK Jakarta, Senin (20/06/2016).


Hal itu dibenarkan oleh Ketua BPK Harry Azhar Azis, usai mengadakan pertemuan antara para petinggi BPK dengan petinggi KPK di kantornya.


"Itu dibahas, tadi kan sudah dijawab sama Pak Agus. Tim BPK sama tim KPK akan membahas," ujarnya.


Pekan lalu, Agus mengatakan terdapat perbedaan penggunaan aturan antara penyelidik KPK dengan auditor BPK soal pembelian lahan Sumber Waras. Penyelidik KPK mengacu pada Peraturan Presiden No 40 Tahun 2014 tentang pengadaan tanah untuk kepentingan umum.  Selain itu, kata Agus, penyelidik juga merujuk pada Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) No 5 Tahun 2012 yang memperkuat Perpres tersebut.


"Banyak hal yang disampaikan pada laporan BPK kemudian menjadi gugur karena memang tidak diperlukan lagi perencanaan," kata Agus Rahardjo di Gedung DPR, Rabu (15/06/2016).


Peraturan tersebut menyatakan, pengadaan tanah kurang dari lima hektare boleh dilakukan pembelian dan negosiasi secara langsung. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta membeli lahan Sumber Waras sekitar 3,6 hektare seharga Rp 755 miliar pada tahun 2014.


BPK menilai pembelian itu lebih mahal dari harga seharusnya, sehingga menyebabkan kerugian negara Rp191 miliar.


Sementara itu, Anggota III BPK Eddy Mulyadi Soepardi bersikukuh bahwa penyimpangan pengadaan lahan Sumber Waras tetap sempurna.


"Penyimpangannya tetap sempurna, bukan tidak berlaku, hanya perbedaannya itu belum ditemukan pelanggaran pidana. Tapi bukan berhenti, penelitiannya tetap dilakukan. Tidak ada dengan kesepakatan kita bertemu ini jadi berubah, mungkin nanti besok lebih sempurna," kata Eddy Mulyadi Soepardi di tempat yang sama."


Editor: Rony Sitanggang

RS Sumber Waras
Ketua BPK Harry Azhar Azis
ketua kpk Agus Rahardjo
Anggota III BPK Eddy Mulyadi Soepardi
Sumber Waras
Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Harry Azhar Azis

Berita Terkait


Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!

Loading...