"Jangan-jangan ke Singapura itu transit. Nah, transit karena (perdagangan bayi) dialihkan ke negara-negara yang lain"
Penulis: Wahyu Setiawan
Editor: Ninik Yuniati

KBR, Jakarta - Mabes Polri didorong melibatkan organisasi kepolisian kejahatan internasional (Interpol) dalam membongkar sindikat perdagangan bayi. Kasus ini terungkap usai Polda Jawa Barat menangkap 12 tersangka perdagangan bayi ke Singapura, Senin (14/7/2025).
Anggota Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Diyah Puspitarini menduga ada keterlibatan sindikat lintas negara.
"Yang sekarang ditangkap, pelaku, ini mohon maaf istilahnya kroco-kroco-nya, tetapi otaknya itu pasti ada. Jadi modus operandinya, kan, berbeda-beda, maka saat itu kami meminta bantuan agar melibatkan Interpol, terutama antarperbatasan negara," kata Diyah di Kantor KPAI, Jakarta, Rabu (23/7/2025).
Diyah menduga Singapura hanya menjadi lokasi transit perdagangan bayi. Sebab menurutnya, proses adopsi anak di Singapura sangat ketat sehingga memerlukan dokumen yang legal dan lengkap.
"Indonesia saja, untuk adopsi anak susah, karena, kan, ada aturannya. Itu kalau yang legal, rumit ya, detail, itu Indonesia, apalagi Singapura. Dan ada kemudian, kami meminta bantuan agar diperlebar, jangan-jangan ke Singapura itu transit. Nah, transit karena (perdagangan bayi) dialihkan ke negara-negara yang lain," ucap Diyah.
Baca juga: Polisi Buru Pelaku Sindikat Perdagangan Anak ke Malaysia
Enam Bayi Diselamatkan
Polisi menyelamatkan enam bayi yang hendak dikirim ke Singapura melalui Bandara Soekarno-Hatta. Lima bayi dari Pontianak, satu berasal dari sekitar Jakarta.
Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Jabar Surawan mengatakan korban dijual seharga Rp11 juta hingga Rp16 juta per bayi.
"Keterangan dari tersangka, bayi-bayi itu dibawa di Singapura atau diadopsi oleh warga negara Singapura. Keterangan sementara seperti itu," kata dia, Selasa (15/7/2025), dikutip dari ANTARA.

Bayi-bayi itu kini dirawat di Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak (LKSA) di Kota Bandung.
Polisi masih mendalami dugaan korban lain yang diperjualbelikan. Dari hasil pengembangan, sedikitnya ada 24 bayi menjadi korban penjualan ke Singapura.
"Kami mendapatkan keterangan bahwa tersangka sudah pernah mengambil sebanyak 24 bayi," kata Surawan.
Dia mengklaim telah menggandeng Interpol untuk menelusuri keberadaan korban lain di luar negeri.
Lewat Facebook, Dipesan sejak dalam Kandungan
Praktik jual beli anak ini berawal dari media sosial Facebook. Salah satu tersangka berinisial AF, menyamar sebagai calon pengadopsi anak. Tersangka kemudian menjalin komunikasi dengan ibu bayi hingga mendekati waktu persalinan.
"Karena korban ini merasa bayinya nanti akan dijadikan anak dari pengadopsi. Dan pelaku yang melakukan aksinya itu menyatakan bahwa dia ini sudah mempunyai suami, tetapi belum punya anak," kata Kabid Humas Polda Jabar Hendra Rochmawan, Rabu (16/7/2025).
Saat komunikasi awal, tersangka menjanjikan uang Rp10 juta kepada orang tua bayi. Namun, saat persalinan, dia hanya mengirim uang Rp600 ribu untuk biaya persalinan.
Merasa tertipu, orang tua bayi melapor ke polisi. Dari laporan itu, polisi menangkap AF dan menetapkannya sebagai tersangka. AF terungkap sebagai bagian dari sindikat perdagangan bayi yang telah beroperasi sejak 2023.
Baca juga: TPPO Anak, KPAI Minta Awasi Perekrutan Naker
Hendra mengatakan para tersangka memiliki peran berbeda dalam sindikat tersebut, mulai dari perekrut awal, perawat bayi, pembuat dokumen palsu, hingga pengirim bayi ke luar negeri.
"Bahkan penjualan sampai sebelum lahir, yaitu dari kandungan kemudian ada penampungnya, dan juga ada pembuat surat-suratnya, dan juga pengirim," kata dia.
Dugaan Keterlibatan Imigrasi
Pelaku diduga memalsukan dokumen seperti akta kelahiran, kartu keluarga (KK), identitas pelaku, dan paspor.
Polisi menyebut Pontianak menjadi titik transit pengiriman bayi. Pembuatan dokumen kependudukan dan keimigrasian juga dilakukan di ibu kota Kalimantan Barat itu.

Anggota KPAI Ai Rahmayanti menduga ada keterlibatan pihak imigrasi.
"Kenapa anak-anak bisa lolos di dalam hal dokumentasi ketika terjadi pelintasan ke luar negara. Ini menjadi catatan tersendiri untuk pihak imigrasi, kemungkinan ada keterlibatan oknum-oknum imigrasi di dalamnya," kata dia di Kantor KPAI, Jakarta, Rabu (23/7/2025).
Sebelumnya, Menteri Imigrasi dan Pemasyarakatan Agus Andrianto sudah menjanjikan bakal mendalami dugaan keterlibatan jajarannya dalam kasus ini.
"Masih didalami apakah ada keterlibatan petugas kami atau tidak. Namun, pada prinsipnya, kan, mereka modusnya adopsi ya, kami agak kesulitan untuk mendalami yang bersangkutan. Kami akan kerja sama dengan pihak kepolisian," kata Agus.
Kasus Berulang, Modus Beragam
Dari catatan KPAI, dalam tiga tahun terakhir ada sekitar 40 kasus perdagangan anak. Modusnya beragam, mulai dari pengantin pesanan, migrasi ke negara pekerja migran dengan membawa anak, hingga adopsi ilegal.
Kasus ini makin menjadi sorotan dalam setahun terakhir.
Pada November 2024 lalu, Polres Kulon Progo, Yogyakarta, menangkap empat tersangka perdagangan bayi. Dari hasil pemeriksaan, mereka telah menjual belasan bayi dalam setahun terakhir. Tersangka dijerat Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dengan ancaman maksimal 15 tahun penjara.
Baca juga: Polisi Membekuk Empat Tersangka Perdagangan Anak di Kulon Progo
Kasus serupa kemudian terungkap di Bandung. Berdasarkan data KPAI, sedikitnya 35 bayi dijual ke Singapura melalui peran sindikat rekrutmen.
Menurut Anggota KPAI Diyah Puspitarini, alasan ekonomi menjadi faktor di balik maraknya perdagangan anak di Indonesia.
"Alasan ekonomi dan Indonesia ini adalah satu negara yang menjadi sasaran untuk perdagangan anak. Ada negara lain juga, seperti mohon maaf, mungkin India, Bangladesh, dan lain sebagainya," kata Diyah.