Sayed Hasan adalah nama seorang warga di Aceh. Usianya 75 tahun. Warga Desa Gampong Jawa di Banda Aceh ini menggugat pengurus Masjid Al Muchsini di sekitar rumahnya. Ia merasa suara pengeras mesjid dekat rumahnya terlalu keras. Dia keberatan karena saban
Penulis: KBR68H
Editor:

Sayed Hasan adalah nama seorang warga di Aceh. Usianya 75 tahun. Warga Desa Gampong Jawa di Banda Aceh ini menggugat pengurus Masjid Al Muchsini di sekitar rumahnya. Ia merasa suara pengeras mesjid dekat rumahnya terlalu keras. Dia keberatan karena saban kali jelang Subuh dan Maghrib, masjid menghidupkan alat pemutar kaset untuk memutar kaset ceramah agama dan bacaan Al Quran. Tak hanya itu. Kakek Sayed Hasan pun keberatan kalau warga menggunakan pengeras suara saat tadarus di bulan Ramadhan.
Gugatan dimasukkan pertengahan Desember tahun lalu ke Pengadilan Negeri Banda Aceh. Hasilnya? Sang kakek justru dihakimi warga kampungnya sendiri. Ratusan warga berkumpul di balai desa untuk mempertanyakan gugatan Sayed. Di situ ada Wakil Walikota Banda Aceh, Sekda dan aparatur desa. Ditambah lagi puluhan personil aparat polisi, TNI, Satpol PP dan polisi syariah.
Kakek Sayed sempat bertahan dengan argumentasinya dan menolak meminta maaf, apalagi mencabut gugatan. Ujungnya Kakek Sayed diancam warga bakal diusir dari kampung tersebut. Aparatur negara yang hadir di pertemuan tersebut tak berada di pihak Sayed. Wakil Walikota justru meminta Sayed untuk meminta maaf secara lisan dan tertulis dalam surat pernyataan yang diatandatangani di atas materai Rp 6.000,- Di situ Sayed menulis dan minta maaf atas kesilapannya. Dia juga akan mencabut gugatan yang sudah jalan sekali sidang di Pengadilan. Terakhir, dia menulis kalau dia bersedia dikeluarkan dari kampung jika mengulangi perbuatan ini.
Adakah yang salah jika volume pengeras suara mesjid diatur? Mestinya tidak. Alasan mendasarnya adalah karena tak semua orang bisa menerima suara bising, meski itu datang dari mesjid. Untuk kasus Kakek Sayed, dia merasa terganggu dengan pengeras suara, meski itu berisi ceramah dan bacaan Al Quran. Apakah itu salah? Semestinya tidak.
Yang ajaib justru reaksi warga sekitar sang Kakek yang menunjukkan keberatan luar biasa. Juga reaksi Wakil Walikota yang ada di pertemuan tersebut yang justru ikut mendorong Sayed untuk minta maaf. Di mana letak toleransi? Di mana letak saling menghargai perbedaan pendapat? Mengapa harus sampai ada ancaman pengusiran?
Kasus ini mengingatkan kita akan perdebatan yang muncul tahun lalu. Saat itu Wakil Presiden Boediono menghimbau Dewan Mesjid Indonesia untuk memperhatikan pengaturan penggunaan pengeras suara mesjid untuk keperluan adzan. Menurut Boediono, adzan yang sayup-sayup justru terasa lebih merasuk ketimbang suara yang terlalu keras di telinga. Pernyataan ini langsung memicu pro-kontra.