indeks
Jelang Pemungutan Suara, 62 Kab/Kota Alami Peningkatan IKP Terkait Isu Pandemi Covid-19

Bawaslu menggunakan 11 indikator dalam mengukur kerawanan pada aspek pandemi, yang terbagi menjadi tiga kelompok yang diukur, yaitu penyelenggara pemilihan, peserta pemilihan, dan kondisi daerah.

Penulis: Paul M Nuh

Editor:

Audio ini dihasilkan oleh AI
Google News
Jelang Pemungutan Suara, 62 Kab/Kota Alami Peningkatan IKP Terkait Isu Pandemi Covid-19
Simulasi pemungutan suara Pilkada dengan protokol kesehatan di Tangsel, Banten, Kamis (26/11). (Foto: Antara/Fauzan)

Jakarta - Menjelang pemungutan suara pada Rabu, 9 Desember 2020, Badan Pengawas Pemilu menyoroti beberapa faktor pemicu meningkatnya kerawanan pilkada. Kerawanan terpantau di 270 daerah penyelenggara pemilu yang berapa pada titik rawan tinggi dan sedang. Selain aspek pandemi, Bawaslu menyoroti indikator jaringan internet yang disediakan untuk pemungutan dan penghitungan suaran.

Berdasarkan hasil analisis Bawaslu, kondisi pandemi Covid-19 yang tidak melandai, proses pemutakhiran daftar pemilih yang belum komprehensif, peningkatan penyalahgunaan bantuan sosial, serta penggunaan teknologi infromasi yang meningkat tanpa disertai penyediaan perangkat dan peningkatan sumber daya penyelenggara pemilihan, menyebabkan meningkatnya kerawaran pemilu.

Isu pandemi Covid-19 memperparah kerawanan pilkada di daerah-daerah tersebut. Peningkatan kerawanan terjadi karena minimnya kepedulian para pihak terhadap pelaksanaan protokol kesehatan dan kepatuhan pelaksanaan peraturan perundang-undangan.

Jumlah daerah dengan kerawanan tinggi pada aspek pandemi terus meningkat dibandingkan Juni dan September lalu. Jika pada pemutakhiran IKP Pilkada 2020 September lalu, daerah yang termasuk dalam rawan tinggi pada aspek pandemi berjumlah 50 kabupaten/kota, pada IKP November 2020 jumlahnya meningkat 24 persen menjadi 62 kabupaten/kota.

Berlandaskan IKP menjelang pemungutan dan penghitungan suara, sembilan provinsi yang menyelenggarakan pemilihan gubernur terindikasi rawan tinggi dalam konteks pandemi. Provinsi dengan kerawanan tertinggi dalam konteks pandemi adalah Kepulauan Riau dengan skor 95,4. Kemudian Sumatera Barat (89,7); Jambi (87,4); Bengkulu (86,2); Kalimantan Tengah (79,3); Sulawesi Tengah (78,2); Kalimantan Selatan (73,6); Sulawesi Utara (73,6); dan Kalimantan Utara (67,8).

Adapun pada tingkat kabupaten/kota, ada 62 daerah yang memiliki kerawanan tinggi dalam aspek pandemi dan sisanya, 199 kabupaten/kota termasuk dalam kategori rawan sedang. Urutan 10 kabupaten/kota dengan kerawanan tertinggi pada aspek pandemi adalah Kabupaten Teluk Wondama dengan skor 100, kemudian Kabupaten Agam (89,7); Kabupaten Natuna (88,5); Kabupaten Purworejo (79,3); Kabupaten Kotawaringin Timur (79,3); Kabupaten Morowali Utara (78,2); Kota Semarang (77); Kabupaten Tuban (77); Kabupaten Tasikmalaya (75,9); dan Kabupaten Purbalingga (74,7).

Bawaslu menggunakan 11 indikator dalam mengukur kerawanan pada aspek pandemi. Kesebelas indikator tersebut terbagi menjadi tiga kelompok yang diukur, yaitu penyelenggara pemilihan, peserta pemilihan, dan kondisi daerah.

Lebih rinci, 11 indikator itu adalah ada atau tidaknya penyelenggara Pemilu yang positif terinfeksi Covid-19, meninggal karena terinfeksi Covid-19, dan mengundurkan diri karena alasan Covid-19, serta penyelenggara pemilu yang tidak disiplin prokes.

Adapun dari sisi peserta pemilu, indikator yang diukur adalah ada atau tidaknya pasangan calon atau tim kampanye yang positif terinfeksi Covid-19 dan tidak menerapkan prokes, serta kegiatan yang menyebabkan terjadinya kerumunan massa.

Sedangkan dari unsur kondisi daerah, indikator yang diukur adalah perubahan status wilayah menyangkut pandemi Covid-19, lonjakan jumlah pasien positif Covid-19, lonjakan jumlah pasien positif Covid-19 yang meninggal dunia, dan pasien Covid-19 yang tidak tertangani.

Isu menonjol lainnya adalah penolakan pilkada lantaran pandemi Covid-19. Di sembilan kabupaten/kota, kerawanan menyangkut penolakan penyelenggaraan pilkada termasuk tinggi, yaitu di Kota Depok (100); Kota Balikpapan (100); Kabupaten Teluk Wondama (100); Kota Medan (68,8); Kota Sibolga (68,8); Kota Solok (68,8); Kabupaten Rokan Hilir (68,8); Kabupaten Pesisir Barat (68,8); dan Kota Ternate (68,80).

Sedangkan pada penyelenggaraan pemilihan gubernur, dua provinsi rawan tinggi, dan tujuh provinsi rawan sedang dalam isu penolakan penyelenggaraan pilkada.

Berdasarkan hasil penelitian itu, Bawaslu merekomendasikan hal berikit:

  1. Penyelenggara pemilihan, pasangan calon, tim kampanye dan pemilih selalu menerapkan protokol kesehatan pencegahan penularan Covid-19 secara disiplin dan ketat dalam melaksanakan pemungutan dan penghitungan suara;
  2. Penyelenggara pemilihan, pemerintah daerah, satuan tugas penanganan Covid-19 berkoordinasi dalam keterbukaan informasi dan sosialisasi mengenai pelaksanaan prokes dalam pemungutan dan penghitungan suara;
  3. Koordinasi kepolisian dan Gugus Tugas Penanggunalangan Covid-19 dalam penegakan hukum dan penindakan atas pelanggaran protokol kesehatan di luar proses penyelenggaraan pemilihan pada hari pemungutan suara;
  4. Koordinasi antara KPU, Bawaslu dan Pemerintah (Dukcapil) dalam memastikan pemilih yang berhak dapat menggunakan suaranya;
  5. Kepastian penggunaan teknologi informasi oleh penyelenggara pemilihan.

(Redaksi KBR mengajak untuk bersama melawan virus Covid-19. Selalu menerapkan protokol kesehatan dalam setiap kegiatan dengan 3M, yakni; Memakai Masker, Menjaga Jarak dan Mencuci Tangan dengan Sabun).

nativead
#satgascovid19
#IngatPesanIbu
#pakaimasker
#jagajarak
#jagajarakhindarikerumunan
#cucitangan
#cucitanganpakaisabun
#KBRLawanCovid19

Berita Terkait


Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!

Loading...