Sidang kode etik yang berjalan di Mahkamah Kehormatan Dewan DPR dinilai sudah masuk angin dan tidak menghasilkan apa pun.
Penulis: Yudi Rachman
Editor:

KBR, Jakarta - Setara Institute mendesak Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Jusuf Kalla membuat aduan terkait pencatutan namanya oleh Ketua DPR Setya Novanto. Menurut Ketua Setara Institute Hendardi, sidang kode etik yang berjalan di Mahkamah Kehormatan Dewan DPR sudah masuk angin dan tidak menghasilkan apa pun.
Sebagai efek jera dan memperjelas masalah ini dia mendesak pihak-pihak yang dicatut melanjutkan kasus ini ranah hukum.
"Secara jelas bahwa sidang itu sendiri bukan hanya masuk angin tetapi juga sudah encok. Jadi, tidak ada alasan dilakukan secara tertutup karena itu merupakan diskriminasi juga terhadap dua orang lainnya Sudirman Said sebagai pihak pelapor dan Maroef yang disidang secara terbuka. Jadi, saya kira sidang tertutup ini parodi yang menggelikan," jelas Ketua Setara Institute Hendardi kepada KBR, Rabu (9/12/2015)
Ketua Setara Institue Hendardi menambahkan, pengaduan ke lembaga penegak hukum baik Polri, Kejaksaan dan KPK diharapkan mengembalikan wibawa simbol lembaga negara baik eksekutif maupun legislatif. Apabila tidak ada kelanjutan soal hukum, maka masyarakat akan menilai adanya permainan dalam proses divestasi saham Freeport oleh sekelompok elit kekuasaan.
Kasus ini mencuat setelah Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral
(ESDM) Sudirman Said
melaporkan Ketua DPR Setya Novanto yang diduga mencatut nama Presiden
Jokowi dan Wakil Presiden Jusuf Kalla terkait perpanjangan kontrak karya
PT Freeport Indonesia.
Pelaporan itu dibarengi dengan penyerahan tiga halaman transkrip rekaman pembicaraan antara petinggi DPR dengan PT Freeport Indonesia yang mencatut nama Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK). Selain mencatut nama Jokowi dan JK untuk menjanjikan kelanjutan kontrak PT Freeport dengan meminta saham 20 persen yang disebut untuk RI-1 dan RI-2.
Sudirman juga melampirkan adanya permintaan supaya PT Freeport
berinvestasi di proyek pembangunan PLTA di Urumuka, Papua, dengan
meminta saham sebesar 49 persen. Selain itu Sudirman juga mengirimkan rekaman perbincangan dengan durasi sekira 12an menit.
Editor: Rony Sitanggang