Kekerasan aparat keamanan terhadap warga di Papua terus terjadi. Dari intimidasi, penangkapan, penganiayaan hingga pembunuhan.
Penulis: Hoirunnisa
Editor:

KBR, Jakarta - Baru-baru ini media sosial heboh dengan beredarnya rekaman video memperlihatkan kasus penganiayaan oleh sejumlah orang yang diduga prajurit TNI terhadap warga Papua. Kasus ini viral dan banjir kecaman.
Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) menyebut praktik kekerasan aparat terhadap warga sipil sudah memicu kemarahan yang meluas di kalangan masyarakat dan jaringan pemerhati Hak Asasi Manusia (HAM).
Kepala Biro Papua PGI, Ronald Rischard mengatakan perilaku penyiksaan ini dikhawatirkan bakal memperpanjang rantai kekerasan yang berujung pada bertambahnya korban masyarakat sipil dan aparat keamanan di wilayah konflik Papua.
"Penting bagi kita semua untuk berdiri bersama dalam solidaritas untuk menentang penyiksaan dan melindungi Hak Asasi Manusia di Papua. Hal yang ketiga PGI sangat mendorong dilakukannya investigasi menyeluruh untuk mengungkapkan pelanggaran HAM yang telah terjadi, menegakkan akuntabilitas, mencegah impunitas, serta memberikan keadilan kepada korban. Selain itu, memang perlu diperkuat mekanisme pengawasan dan pelaporan yang independen, serta penegakan hukum yang tegas dan transparan," kata Ronald kepada KBR, Senin (25/3/2024).
Kepala Biro Papua PGI, Ronald Rischard mendorong kasus itu diinvestigasi agar tidak ada aparat kebal hukum dan memberi keadilan bagi korban dan keluarganya.
Dalam video yang viral itu, terlihat seorang pria terikat dengan tubuh penuh luka. Ia dianiaya sejumlah orang diduga prajurit TNI.
TNI akhirnya mengakui ada sejumlah prajurit TNI yang melakukan penganiayaan terhadap warga Papua. Juru bicara Markas Besar TNI Nugraha Gumilar mengatakan korban diduga anggota kelompok kriminal bersenjata (KKB).
Nugraha mengatakan TNI akan menyelidiki serta menindak serius masalah penganiayaan tersebut.
"Benar bahwa ada oknum prajurit TNI melakukan tindakan kekerasan terhadap tawanan seorang anggota KKB, atas nama Definus Kogoya di Pos Gome di wilayah Kabupaten Puncak Papua. Kami sangat prihatin sekarang TNI secara serius akan menangani hal ini dan saat ini sedang dilakukan penyelidikan," kata Nugraha dikutip dari KompasTV, Sabtu (23/3/2024).
Kekerasan aparat TNI terhadap warga Papua sudah berulang kali terjadi. Salah satu yang menonjol adalah mutilasi terhadap empat warga Papua pada Agustus 2022 lalu. Pelakunya enam prajurit TNI. Mereka dihukum penjara antara 18 tahun hingga seumur hidup.
Baca juga:
- Panglima TNI Didesak Tindak Tegas Aparat yang Lakukan Penyiksaan di Papua
- TNI AD Tahan 13 Prajurit TNI Tersangka Penganiayaan di Papua
Tidak ada sanksi tegas
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia atau Komnas HAM menyebut berulangnya kekerasan di Papua perlu dibarengi dengan penegakan hukum aparat.
Koordinator Subkomisi Pemajuan HAM, Anis Hidayah mengatakan kasus kekerasan oleh aparat tak cukup ditangani oleh peradilan militer, tapi harus diadili melalui peradilan sipil.
"Ini mendorong agar aparat penegak hukum bekerja secara optimal untuk mengusut tuntas kasus ini, memproses secara hukum dan kami mengapresiasi ada beberapa oknum aparat yang sudah ditetapkan sebagai tersangka. Tetapi kami memandang bahwa penegakan hukum melalui mekanisme sipil kita tetap perlu ditegakkan. Karena dugaan kuat kasus ini adalah bentuk penyiksaan yang dilakukan aparat negara,” ujar Anis kepada KBR, Senin (25/3/2024).
Menurut catatan Komnas HAM, sepanjang 2020 hingga 2021, ada lebih dari seribu kasus kekerasan di Papua dengan pelaku TNI/Polri dan kelompok sipil bersenjata OPM.
Di awal tahun ini saja, dari Januari hingga Februari, menurut LSM Kontras ada sekitar tujuh kasus kekerasan aparat terhadap warga sipil. Di antaranya penembakan anggota TNI terhadap dua warga sipil pada 27 Januari di Intan Jaya, Papua Tengah.
Sedangkan di awal Februari lalu, aparat TNI menangkap sejumlah warga secara sewenang-wenang di Distrik Sugapa, Kabupaten Intan Jaya.
Lembaga Amnesty International Indonesia mendesak Panglima TNI Agus Subiyanto menindak tegas aparat TNI yang melakukan tindak kekerasan terhadap warga sipil.
Direktur Eksekutif Amnesty Internasional Usman Hamid mengatakan kekerasan oleh anggota TNI itu kerap terjadi lantaran tidak ada sanksi tegas bagi para pelaku.
"Kasus itu jelas penyiksaan yang sangat kejam dan merendahkan martabat manusia. Saya sangat tidak habis pikir dari mana mereka belajar untuk menyiksa orang seperti itu. Apa yang mereka pelajari sebenarnya di dalam kemiliteran. Saya minta untuk Panglima TNI agar menyerahkan mereka ke hadapan hukum. Tidak pantas seorang prajurit berbuat seperti itu," ujar Usman kepada KBR, Minggu (24/3).
Direktur Eksekutif Amnesty Internasional Usman Hamid juga mendesak diadakannya evaluasi terhadap penempatan prajurit TNI di Papua, untuk mencegah agar kasus kekerasan prajurit ke warga tidak terulang.
Editor: Agus Luqman