KBR68H, Jakarta - Ketika 17 tahun dan masih duduk di bangku SMA, Handry Satriago divonis kanker lymphoma dan berujung pada keharusan hidup dalam kursi roda, sampai hari ini.
Penulis: Arin Swandari
Editor:
KBR68H, Jakarta - Ketika 17 tahun dan masih duduk di bangku SMA, Handry Satriago divonis kanker lymphoma dan berujung pada keharusan hidup dalam kursi roda, sampai hari ini. Pasca vonis tersebut, dia memutuskan untuk berperang melawan ribuan panah berapi yang menghujam. Hasilnya, Handry kini memimpin perusahaan multinasional General Electric, GE Indonesia, dengan nilai bisnis 10 triliun rupiah. Bagaimana dia bisa mencapai posisinya saat ini dan mimpi apa yang belum bisa dicapainya? Simak perbincangan reporter KBR68H Arin Swandari dengan CEO General Electric Indonesia Handry Satriago.
Dari kursi roda yang anda duduki, anda memimpin perusahaan global GE Indonesia. Boleh diceritakan sebesar apa GE Indonesia dan bagaimana posisinya?
GE di Indonesia sudah 70 tahun, ukuran bisnisnya sudah lebih dari Rp 10 triliun, dan tahun ini mudah-mudahan bisa lebih banyak dari itu. Di dunia sekitar USD 150 juta, tapi dari luar Amerika Serikat posisinya sekarang mungkin sekitar USD 80 juta. Perusahaan ini sudah lebih dari 50 persen revenue-nya datang dari luar Amerika Serikat termasuk Indonesia. Sekarang Indonesia masuk dalam kelompok yang disebut market yang sedang berkembang dan pasar yang sangat besar. Ini strategis karena 240 juta jiwa, oleh karena itu kebutuhan infrastruktur juga besar sekali. Bisnis adalah infrastruktur seperti mesin pesawat, kereta api, peralatan kesehatan, dan sebagainya.
Dari surat anda untuk para pemimpin dunia ada rentetan ketakutan-ketakutan dari ketakutan ketika pertama kali kembali ke sekolah, ketakutan melamar calon istri, dan seterusnya. Bagaimana anda membunuh ketakutan itu dan dengan apa?
Dalam surat itu sebenarnya saya jelaskan cukup panjang. Anda memulai dengan menerima kondisi kita tidak sepenuhnya seperti yang diinginkan tapi kita butuh mimpi dan selalu maju naik kelas.
Apakah masih ada mimpi yang belum dicapai?
Banyak. Saya ingin bermanfaat untuk yang lain dan cita-cita saya dari dulu ingin kembali ke kampus mengajar.
Tapi anda sebenarnya sudah menjadi guru bagi ribuan orang Indonesia yang terinspirasi dengan semangat anda ya?
Mudah-mudahan, saya senang sekali kalau misalnya hal itu bisa.
Hal-hal baik apa yang membuat anda bisa mencapai titik yang sekarang ini?
Saya terdidik untuk selalu mempertanyakan sesuatu. Saya dasarnya ingin tahu, saya suka belajar, saya suka menjelajah, dan banyak berpikir. Saya punya banyak keberuntungan dari kesempatan saya untuk mendapatkan banyak sekali bacaan. Kami berasal dari keluarga yang sangat sederhana tapi saya tidak pernah kekurangan buku. Mungkin untuk bisa mendapatkan buku ayah saya harus mengorbankan untuk tidak memiliki televisi atau kulkas barangkali. Tapi saya penuh dengan bahan bacaan, lalu saya pindah ke kompleks PWI dimana banyak wartawan. Tetangga-tetangga saya adalah orang-orang yang memiliki banyak buku, karena saya tidak hanya berkonsentrasi terhadap satu bidang bacaan saja. Saya memiliki tingkat kelapangan yang sama terhadap jenis bacaan, misalnya sastra walaupun saya dasarnya adalah teknisi. Jika otak anda seimbang ruangan kreatifitasnya jadi lebih luas. Kemudian dalam perjalanan hidup saya diajarkan untuk menerima banyak perbedaan, jangan mengkotak-kotakan diri anda. Kebetulan saya bertemu banyak orang dari seluruh dunia dan saya melihat salah satu kelemahan bangsa kita kalau saya ada pertemuan internasional, mereka berpengetahuan banyak, mereka membaca. Saya saja sering merasa ini belum tahu kok dia bisa tahu, orang-orang itu membaca dengan tingkat kelaparan yang cukup tinggi untuk mengetahui sesuatu. Kebanyakan dari kita hanya mengikuti terutama tren, trennya lagi ini semuanya lari kesitu dan seterusnya.
Bagaimana anda memulai meniti kebangkitan pada saat usia 17 tahun divonis kanker?
Saya memulai dengan prinsip bahwa saya tidak akan bangkit jika saya hanya frustasi. Semua orang bisa frustasi, semua orang akan mengalami titik rendah tetapi pada saat kita berada di titik rendah sebenarnya ada kesempatan juga berpikir apa yang mau anda lakukan. Yang membedakan adalah barangkali salah satu orang mau melangkah dan satunya tidak ingin melangkah. Saya kebetulan beruntung kemudian melangkah terhadap itu, orang tua percaya bahwa saya bisa melangkah. Teman-teman pada saat itu SMA Labs School saya percaya, mereka percaya kepada saya tidak sebagai orang yang di kursi roda tapi bagian dari mereka. Saya dapat semua kepercayaan diri karena orang-orang percaya pada saya.
Anda masih punya waktu luang?
Banyak.
Apa yang anda lakukan?
Nge-tweet, baca, nonton TV, nonton film, datang ke rumah orang tua saya. Waktu menurut saya adalah anda bisa tidak punya waktu tapi anda selalu bisa membuat waktu.
Masalahnya anda memimpin perusahaan yang begitu besar bagaimana?
Saya punya banyak orang-orang hebat di sini, mereka bekerja sama seperti saya.
Itulah kepemimpinan ya?
Saya rasa begitu.
Kalau orang yang ada di depan anda kemudian bertanya kepada anda apa yang harus saya lakukan untuk tiga hal di tahun pertama kalau ingin jadi pemimpin, apa nasehat anda?
Pertama untuk menjadi pemimpin pertama saya pikir anda butuh mental untuk belajar. Humbleness itu tidak akan terjadi jika anda tidak punya semangat untuk belajar, semangat untuk belajar sesuatu yang menurut saya perlu dimiliki. Kedua jika anda memimpin dan kamu ingat kerja pemimpin adalah menciptakan pemimpin lainnya. Ada yang bilang tapi tidak punya banyak followers yang bagus dan sebagainya, punyalah konsep bahwa kepemimpinan bukan hanya memimpin, kepemimpinan adalah tentang leaders and followers, untuk bangkit dan bersama. Ketiga yang perlu dimiliki dan perlu dilakukan adalah anda butuh punya semangat untuk melakukan sesuatu. Jika anda punya semangat dan bangga apa yang anda lakukan, anda harus menemukannya.
Anda sudah menemukannya?
Bertanya pada diri sendiri. Saya dulu di GE selama 10 tahun pertama tidak tahu apa yang membuat saya bangga, saya hanya menjadi karyawan yang baik. Tahun 2010 ketika saya mulai melakukan sangat simpel pertanyaannya, apa yang bisa bikin kita bangga kerja di sini. Akhirnya saya menemukan dan jika anda bisa mengembangkan bakat kita akan bangga, sehingga saya semangat sekali mengembangkan bakat, jika kita bisa memberikan solusi untuk Indonesia bisa membawa teknologi baru ke Indonesia. Karena menurut saya sukses itu bukannya mencapai A, B, C, D dalam struktural, saya tidak memikirkan itu. Sukses itu ketika anda merasakan apa yang anda capai sesuatu yang anda suka.
Kapan anda kembali ke kampus untuk mengajar?
Saya mulai mengajar lagi akhir minggu ini.
Dimana?
Di UI.
Rajin kul-tweet ya?
Saya mendorong diri sendiri untuk melakukan itu. Karena itu menurut saya bagian dari saya bisa sharing, setiap weekend itu waktu yang saya punya, sharing sesuatu yang ada di kepala. Ada beberapa to do list yang belum saya selesaikan, saya mau punya buku diterbitkan dalam waktu dekat ini, saya mau menulis di beberapa jurnal, saya mau melakukan beberapa penelitian yang konteksnya adalah Indonesia, saya mau punya house school.
Sekolah kepemimpinan?
Mungkin lebih ke arah praktikal manajemen, kalau bisa sekolahnya tidak usah bayar biar banyak yang punya kesempatan.
Sampai mana mimpi itu yang sedang diwujudkan?
Sekarang mau diwujudkan lewat GE dulu. Jadi salah satu investment GE yang akan kita lakukan dalam waktu dekat adalah membuat GE Learning Center.
Buku yang akan segera terbit seperti apa?
Saya ngumpulin surat, surat saya ke orang lain.
Apa sebenarnya dalam surat-surat anda yang belum kita baca?
Tidak ada. Saya cuma kaset rusak, saya katakan semuanya setiap waktu.
Surat itu anda kirim ke siapa saja?
Jadi bentuknya ada surat kepada para pemimpin Indonesia, anak-anak, sahabat. Anda tahu saya suka menulis, hanya ketika harus memilih ya menulisnya belum mendapat tempat.
Untuk pendengar KBR68H, apa Twitter anda?
@HandryGE.
Editor: Doddy Rosadi