indeks
FITRA: Belanja Iklan Pemerintah Harus Dihemat!

KBR68H, Jakarta - Kementerian Pemberdayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi mengklaim berhasil menghemat anggaran belanja pegawainya hingga 33 persen pada tahun lalu.

Penulis: Doddy Rosadi

Editor:

Google News
FITRA: Belanja Iklan Pemerintah Harus Dihemat!
FITRA, iklan pemerintah, penghemaran anggaran, kementerian

KBR68H, Jakarta - Kementerian Pemberdayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi mengklaim berhasil menghemat anggaran belanja pegawainya hingga 33 persen pada tahun lalu. Menteri Pemberdayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Azwar Abubakar mengatakan tahun ini kementeriannya akan mencoba untuk lebih menekan penghematan anggaran perjalanan dinas pegawai. Apakah angka 33 persen itu sudah maksimal? Simak perbincangan penyiar KBR68H Agus Luqman dan Rumondang Nainggolan dengan Sekjen FITRA Yuna Farhan dalam program Sarapan Pagi

Sebanyak 33 persen penghematan di Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi ini besar atau kecil?

Kalau kita mau melihat secara global dari segi anggaran pertama belanja barang itu hanya dihemat Rp 10 triliun, kemudian belanja pegawai Rp 1 triliun, dan saya kira belanja modal naik Rp 2 triliun. Jadi secara total hanya menghemat Rp 11 triliun, kalau kita bandingkan dengan anggaran kita yang hampir Rp 1.700 triliun ya itu masih sangat jauh. Yang jadi catatan kami bahwa alasan pemerintah melakukan perubahan APBN ini karena subsidi BBM yang harus dikurangi sehingga bisa menyelamatkan defisit. Tapi kalau kita lihat subsidi BBM di perubahan 2013 ini akan dinaikkan sekitar Rp 43 triliun. Penyebab defisit sebetulnya adalah penurunan pendapatan bukan belanja, kalau secara total belanja sebetulnya hanya meningkat Rp 41 triliun.

Belanja naik kalau pendapatan lebih besar tidak masalah sebetulnya ya?

Tidak masalah. Kalau kita mau melihat total secara belanja naik Rp 41 triliun walaupun subsidinya Rp 46 triliun karena ada penghematan-penghematan dari kementerian/lembaga. Kalau kita mengacu pada APBN 2012 itu anggaran yang tidak terserap bisa sampai Rp 56 triliun.

Ini bermasalahnya karena proses pembangunan tidak berjalan dengan baik ya?
 
Artinya bahwa dari awal anggaran itu direncanakan sudah tidak efisien. Kalau seandainya yang Rp 56 triliun ini dari awal sudah bisa dirinci oleh pemerintah bahwa ini tidak mungkin bisa diserap, ini boros tidak efisien, maka tidak perlu ada perubahan APBN. Subsidi itu bisa ditambal dengan Rp 56 triliun dan defisit tidak membengkak, tapi faktanya itu karena pendapatan kita berkurang drastis.

Penyusunan anggaran ini tidak efektif dan masih banyak yang membengkak anggarannya?

Itu kritik kita. Selalu yang dijadikan alasan pemerintah bahwa subsidi ini terlalu membebani sehingga perlu ada perubahan APBN dan rakyat disuruh susah dengan subsidi BBM dikurangi. Tetapi faktanya pejabatnya, kementerian/lembaga masih berfoya-foya dengan anggarannya, perjalan dinas itu catatan kami bisa Rp 10 triliun masih sangat mungkin tapi faktanya sudah lebih dari Rp 20 triliun. Terus yang bisa dihemat lagi adalah belanja iklan, belanja iklan di pemerintah ini menurut kami menjadi tidak efektif apalagi menjelang 2014 maka bisa jadi ajang politisasi kementerian-kementerian atau lembaga yang dijabat oleh partai-partai politik. Kemudian belanja pegawai, belanja pegawai hanya berkurang Rp 1 triliun dari Rp 241 triliun menjadi Rp 240 triliun. Kalau kita mau melihat lebih jauh sebetulnya hampir Rp 40 persen dari belanja pegawai itu digunakan untuk tunjangan pensiun dari pegawai negeri sipil. Ini yang jadi masalah, pegawai negeri kita selalu pensiunnya itu beranak pinak sampai cucunya di-cover oleh negara. Belum lagi kalau kita kaitkan dengan reformasi birokrasi faktanya ya struktur birokrasi kita terus membengkak.   
 

FITRA
iklan pemerintah
penghemaran anggaran
kementerian

Berita Terkait


Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!

Loading...