indeks
Dewan Pers: Media Sudah Dirasuki Kepentingan Parpol

Jelang Pemilu 2014, partai politik peserta ajang lima tahunan berburu berbagai media komunikasi untuk menyebarkan rencana strategis parpol. Ada kekhawatiran media bakal dimanfaatkan dan tak lagi netral menyebarkan informasi soal pemilu ke masyarakat. Untu

Penulis: Antonius Eko

Editor:

Google News
Dewan Pers: Media Sudah Dirasuki Kepentingan Parpol
dewan pers, parpol, pemilu, Joseph Adi Prasetyo

KBR68H, Jakarta - Jelang Pemilu 2014, partai politik peserta ajang lima tahunan berburu berbagai media komunikasi untuk menyebarkan rencana strategis parpol. Ada kekhawatiran media bakal dimanfaatkan dan tak lagi netral menyebarkan informasi soal pemilu ke masyarakat. Untuk mengatasi itu Dewan Pers berencana membentuk gugus tugas untuk memantau media terkait pemberitaan pemilu.  Berikut penjelasan Anggota Dewan Pers Joseph Adi Prasetyo


Satu demi satu media massa jadi incaran partai politik untuk pemenangan Pemilu 2014. Dewan Pers sendiri sudah menyiapkan aturan tersendiri untuk mengatur ini semua? 


Jadi pada dasarnya Dewan Pers hanya mengatur mengenai jurnalisme. Apakah ada dalam konten jurnalismenya pelanggaran, kalau kita lihat misalnya itu sudah tersedia dalam kode etik jurnalistik yang mengatakan bahwa bersikap independen menghasilkan berita yang akurat dan tidak beritikad buruk. Kalau kita lihat bagaimana kecenderungan untuk menggunakan media dan menggunakan wartawan untuk membangun opini itu sudah menunjukkan ada itikad yang tidak baik dari si wartawan. Tapi ini tidak berkaitan dengan wartawan tapi berkaitan dengan ownership, kebijakan redaksional, dan juga bagaimana penggunaan media. Kalau penyiaran menurut saya di dalam Undang-undang Penyiaran itu yang dipertahankan baik yang lama atau sedang dibahas Komisi I itu ada prinsip yang diakui. Karena frekuensi itu untuk publik, maka diwajibkan bagi pemerintah dan publik untuk mengontrol melalui KPI. Menurut saya public affairs itu tidak boleh dikuasai, dimonopoli, kemudian digunakan kepentingan-kepentingan para pemilik partai yang sekarang tumpang tindih dengan pemilik media. 


Kalau dari pantauan Dewan Pers sendiri berapa banyak yang mulai dirasuki media-media kita?


Sudah banyak sekali. Karena kita melihat ada stasiun televisi yang kadang di-break untuk semacam breaking news tapi kemudian pemiliknya yang muncul sampai setengah jam. Ada orang yang mengatakan kalau tidak suka silahkan pindah channel, tapi ini frekuensi publik yang harusnya diatur negara dan ada aturannya supaya orang bisa menikmati informasi yang tersedia. Di sana menjadi kewajiban para pemilik media untuk menyelenggarakan didikan, hiburan. Tidak boleh dia mengatakan ini properti saya dan orang lain kok ngatur-ngatur, ya sama ini frekuensi perlu diatur pemerintah. 


Kalau sekarang ini para pemilik model mulai masuk tidak hanya di media cetak tapi merambah ke media penyiaran. Bagaimana memastikan bahwa negara ini bisa mengatur dengan baik bahwa kepemilikannya tidak terpusat kemudian kontennya tidak terpusat? 


Kalau menurut saya itu sudah ada di dalam Undang-undang Penyiaran. Cuma memang penegakan hukumnya tidak berjalan, karena kepemilikan itu diatur bahwa tidak mungkin seorang pengelola media menguasai di sebuah wilayah lebih dari dua media atau satu media kalau dia grup. Ini yang terjadi adalah ada seorang pengusaha yang menguasai sampai lima jaringan televisi nasional. Menurut saya ini ada pelanggaran dan bagaimana sekarang menegakkan Undang-undang Penyiaran itu. Undang-undang ini dibuat tapi lemah didalam penegakan hukumnya, karena penegakan hukum itu wilayah polisi. Saya menganjurkan supaya KPI segera membuat MoU dengan Polri dan bisa menindaklanjuti temuan-temuan KPI. 


Ini lebih banyak ujung tombak di KPI ya?


Iya menurut saya kalau penyiaran ujung tombaknya di KPI, tapi kalau content of jounalism itu di Dewan Pers. Jadi pada hari Selasa yang lalu seorang pemilik media yang ketahuan dan rekamannya menyebar melalui Youtube, SMS,  BBM bahwa dia akan mengerahkan seluruh jaringan televisi yang ada di bawah dia untuk pemenangan kepada partai dimana dia sekarang bergabung itu sudah dipanggil KPI itu tidak datang, yang datang perwakilan. Dewan Pers juga diundang untuk diminta masukannya, tapi ada pertanyaan-pertanyaan yang tidak terjawab oleh perwakilan media itu. Menurut saya pimpinan media itu wajib datang karena KPI sebetulnya punya kewenangan dalam proses pengaturan itu. 


Sekarang saja konten penyiaran sudah mulai mengarahkan opini terhadap satu kekuatan politik tertentu. Dewan Pers ada satuan tugas yang dibentuk?


Jadi kita akan membuat semacam task force nanti bekerjasama dengan KPU dan KPI. Tapi pada dasarnya Dewan Pers itu agak berbeda ya dengan peraturan KPU dan KPI yang mengatakan izin bisa dicabut, bisa ditegur seperti itu. Kami mengatakan bahwa kebebasan pers harus tetap dijamin meskipun keragaman pemilik dan keragaman konten ini harus bisa diatur oleh KPI. Kami menolak kalau pencabutan dan seterusnya, karena itu kembali pada zaman Orde Baru dulu. Kami menginginkan supaya ada denda saja dan jangan ada hukuman kurungan lebih dari lima tahun atau membangkrutkan media itu. Menurut saya hukuman denda yang cukup besar tapi menimbulkan efek jera itu penting sekali. Yang lain adalah KPU harus jadi juri maupun wasit yang berkompeten memberikan hukuman kepada partai, misalnya ada partai yang mencuri start itu KPU atau Bawaslu bisa memberi catatan apakah dihukum, apakah tidak boleh ikut pemilu. Ibaratnya kalau ada lomba lari 20 kilometer, pelari ini ada ratusan orang dan pelari ini lewat rute yang sudah dijaga tapi ada peserta yang nakal naik moda kendaraan. Artinya jangan kendaraannya yang dihukum tapi pelarinya yang dihukum, karena kendaraannya netral saja. Menurut saya dikembalikan lagi ke peserta pemilu, calonnya itu yang harus dihukum. Dilihat eskalasi kesalahan dia yang selalu berulang pada tingkat tertentu orang ini bisa dibatalkan pencalonnannya karena dianggap tidak fair. Sama dengan seorang pelari menggunakan dopping, bahkan ketika dia menang bisa dibatalkan kemenangannya.      

dewan pers
parpol
pemilu
Joseph Adi Prasetyo

Berita Terkait


Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!

Loading...