"Saya menyayangkan pernyataan pejabat tinggi negara kita yang nadanya homophobia, menurut saya ini tidak bisa diterima."
Penulis: Yudi Rachman
Editor:

KBR68H, Jakarta- Pernyataan pemerintah terkait bantuan dana Badan PBB untuk Pembangunan (UNDP) untuk membantu LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender) di Indonesia akan memicu diskriminasi. Menurut tokoh Jaringan Islam Liberal Ulil Abshar Abdalla, seharusnya tidak perlu mempermasalahkan aliran dana dari UNDP untuk kelompok LGBT.
Kata Ulil, tidak selayaknya pejabat negara dan pejabat pemerintahan mengeluarkan komentar yang memicu adanya gesekan di tengah masyarakat.
"Jadi menurut saya, karena saya mendukung program anti diskriminasi dan LGBT, menurut saya dana UNDP itu bagus. Saya menyayangkan pernyataan pejabat tinggi negara kita yang nadanya homophobia, menurut saya ini tidak bisa diterima. Pernyataan ini sudah keluar dari pak JK sendiri, Menristek Dikti dan beberapa tokoh masyarakat," jelas Tokoh Jaringan Islam Liberal Ulil Abshar Abdalla kepada KBR, Selasa (16/2/2016).
Ulil melanjutkan, "menurut saya, pernyataan pejabat semacam ini tidak bijaksana karena bisa dijadikan menambah kadar homophobia di tengah masyarakat terhadpa kelompok LGBT."
Tokoh Jaringan Islam Liberal Ulil Abshar Abdalla menambahkan, dana dari UNDP untuk kelompok LGBT di negara lain hanya sebatas memberikan pemahaman kepada masyarakat akan adanya kelompok tersebut di tengah masyarakat dan bukan untuk memusuhinya.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Luhut Panjaitan meminta UNDP tidak menggelontorkan dana untuk kegiatan LGBT di Indonesia. Alasannya agar gerakan LGBT tidak meluas di Indonesia.
Dalam siaran persnya pada UNDP disebutkan menyiapkan budget sebesar US$ 8 juta atau setara 108 miliar untuk dukungan bagi komunitas lesbian, gay, biseksual, transgender dan interseks. Dana tersebut difokuskan bagi empat negara yakni Indonesia, Cina, Filipina dan Thailand.
Inisiatif tersebut dimaksudkan untuk mengurangi ketimpangan
dan marginalisasi atas dasar orientasi seksual dan identitas gender. Program itu ditujukan agar LGBT mengetahui haknya dan memiliki akses pada keadilan termasuk advokasi bagi kebijakan. Program ini berlangsung mulai Desember 2014 hingga September 2017.
Editor: Rony Sitanggang