indeks
Caleg Bicara Toleransi | Abdul Rohim Ghozali: Intoleransi Berawal dari Sekolah

KBR68H, Jakarta

Penulis: Pebriansyah Ariefana

Editor:

Audio ini dihasilkan oleh AI
Google News
Caleg Bicara Toleransi | Abdul Rohim Ghozali: Intoleransi Berawal dari Sekolah
caleg bicara toleransi

KBR68H, Jakarta – Abdul Rohim Ghozali bukan orang baru di dunia politik. Sejak 202, dia mulai berkecimpung di bidang politik sebagai peneliti senior di The Amien Rais Center. Saat itu Amien Rais maju sebagai calon presiden dalam Pemilu 2004 bertarung dengan Presiden SBY.


Di kancah politik, Rohim Ghozali memulai kariernya di Partai Amanat Nasional dengan menjabat Wakil Sekjen DPP PAN dari 2002 sampai 2010. Namun dia memutuskan keluar dan pindah sekoci ke Partai Hanura.


Kini ia maju sebagai calon anggota legislatif dari Partai Hanura untuk dapil Banten. Ketika ditanya soal kadar toleransi di negeri ini, ia langsung mengatakan kalau sekolah adalah pihak yang paling bertanggung jawab dalam menciptakan generasi yang intoleran di Indonesia. Menurut dia, sekolah lah yang mengajarkan kebencian terhadap perbedaan, terutama perbedaan keyakinan.


“Waktu kamu belajar di SD, itu kan guru-guru agama kita kan mengajarkan kalau agama yang lain itu tidak benar. Begitu kan? Ketika ada pelajaran yang mengatakan semua agama benar, itu dilarang sama MUI,” jelasnya.


Larangan yang dimaksud Rohim Ghozali adalah fatwa Majelis Ulama tahun 2005 yang menyebutkan kalau pluralisme dilarang dalam agama Islam. Di fatwa tersebut, pluralism didefinisikan sebagai paham yang mengajarkan kalau semua agama itu sama sehingga tidak ada yang boleh mengklaim hanya agamanya saja yang benar.


Peneliti di Maarif Institute ini menambahkan, Indonesia sebetulnya lebih banyak tunduk pada suara mayoritas. Akibatnya, suara minoritas dipaksa untuk mengikuti mayoritas. Semisal kasus penyegelan Gereja Yasmin, Kabupaten Bogor selama bertahun-tahun. Dengan alasan mendapat penolakan dari mayoritas warga setempat yang beragama muslim.


Dan harusnya toleransi tidak seperti itu, kata dia. “Ini berkaitan dengan hak asasi. Satu orang pun harus dihormati.”


“Toleransi itu menghormati keberagaman dan mengakui keberagaman itu sendiri.”


Indonesia, kata dia, dalam skala global sudah termasuk negara yang menghargai toleransi, bahkan jika dibandingkan dengan Amerika yang selalu mengaku sebagai negara demokrasi itu.


“Umat Islam di Amerika belum mendapatkan toleransi yang sewajarnya. Di sana kalau orang Islam Lebaran, di Amerika nggak libur. Tapi kalau Natal, libur,” kata Direktur Eksekutif Yayasan Paramadina ini.


Meski begitu, jika dilihat dari dekat kehidupan masyarakat Indonesia masih jauh dari kesan toleran karena sering terjadi gesekan antar umat dan kelompok.


“Kalau ukurannya kehidupan sehari-hari, di tengah masyarakat masih sangat abstrak untuk dianggap toleran.”


Karena itu menurut dia toleransi ini perlu dipelajari oleh setiap orang dan terus bergulir sebagai suatu proses. Dan ini mesti lebih dipahami oleh pejabat publik.


“Secara normatif seharusnya seseorang yang jadi pejabat publik tidak berpihak pada kelompoknya. Dia harus bermetamorfosa sebagai negarawan: tunduk pada Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika.”


“Konstitusi kita kan menegaskan soal itu. Ada hal-hal yang harus dihormati. Konstitusi kan bagi kita ada di tempat tertinggi, kayak Tuhan. Dan pejabat publik harus berpegang pada konstitusi,” tutupnya.

 

Tulisan ini adalah bagian dari serial #calegbicaratoleransi yang dihadirkan PortalKBR untuk membantu masyarakat mengenal calon anggota legistlatif yang maju dalam Pemilu 2014 April mendatang. Isu toleransi kami pilih mengingat Indonesia adalah negara yang sangat kaya akan perbedaan dan sudah sepatutnya para caleg sadar akan kekayaan ini. Caleg DPR RI dipilih secara acak – baik nama, partai maupun daerah pemilihannya. Ikuti juga Kenali Caleg yang membantu Anda memilih satu dari 6607 caleg yang maju di Pemilu 2014.

caleg bicara toleransi

Berita Terkait


Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!

Loading...