Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) menyarankan pemerintah mempertimbangkan penaikan harga BBM jenis solar bersubsidi. Pasalnya, saat ini banyak solar subsidi yang disalahgunakan.
Penulis: Agus Lukman
Editor:
KBR68H, Jakarta - Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) menyarankan pemerintah mempertimbangkan penaikan harga BBM jenis solar bersubsidi. Pasalnya, saat ini banyak solar subsidi yang disalahgunakan.
Direktur BBM dari BPH Migas Djoko Siswanto mengatakan selisih harga antara solar subsidi dan nonsubsidi sangat besar. Selisihnya lebih besar dibandingkan BBM jenis premium dan pertamax. Djoko Siswanto mengatakan harga solar subsidi masih bisa dinaikkan dari Rp 4500 saat ini menjadi Rp 8.000 per liter.
"Tahun 2008 kan sudah pernah Rp 6.000 per liter. Dan itu tidak masalah. Rp 6.000 pada tahun 2008 dibandingkan dengan Rp 6.000 di tahun 2013, itu masih lebih rendah. Kalau mau disetarakan, Rp 6.000 pada 2008 dengan tahun 2013 itu sekitar Rp 8.000 kan ada inflasi di situ. Jadi nilai Rp 6.000 di tahun 2008 itu sama dengan Rp 8.000 di 2013. Kalau kita lihat kesetaraan nilai, tahun 2008 itu tidak ada apa-apa, tidak ada demo, masyarakat bisa terima,” kata Djoko.
Harga solar bersubsidi lebih murah Rp 6.500 per liter dibanding solar nonsubsidi. Hal ini memicu penyalahgunaan solar bersubsidi dijual ke industri. Padahal pemerintah melarang penggunaan solar subsidi untuk angkutan barang, perkebunan, pertambangan, industri dan mobil dinas.
Pada tahun ini kuota BBM bersubsidi dikhawatirkan kembali jebol seperti tahun lalu. Kuota BBM bersubsidi tahun ini sekitar 46 juta kiloliter. Agus Martowardojo mengatakan pemerintah akan memilih menaikkan harga BBM bersubsidi daripada menambah kuota BBM bersubsidi.