Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta Timur menolak sidang gugatan perlawanan soal grasi yang diajukan duo "Bali Nine", Senin (6/4/2015) siang.
Penulis: Nurika Manan, Rio Tuasikal
Editor:

KBR, Jakarta - Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta Timur menolak sidang gugatan perlawanan soal grasi yang diajukan duo "Bali Nine", Senin (6/4/2015) siang.
Ketua Majelis Hakim, Ujang Abdullah, beralasan Keputusan Presiden mengenai hukuman mati terhadap dua terpidana itu tidak bisa diadili oleh PTUN. Objek sengketa tersebut bukan ranah PTUN.
Menanggapi hal itu, Pengacara Duo Bali Nine, Leonard Aritonang, berencana ke Mahkamah Konstitusi untuk mempertanyakan kewajiban presiden soal grasi. Dia akan ke MK bersama lembaga pembela hak asasi manusia seperti KontraS dan Imparsial.
"Kita masih mau menuntut kejelasan tentang apa yang jadi kewajiban presiden," ujarnya ketika dihubungi KBR.
Leonard mengatakan, ada UU yang mengatur tanggung jawab presiden soal grasi. "Merujuk pada UU Hak Asasi Manusia nomor 22 tahun 2002 dan perubahannya UU nomor 5 tahun 2010," imbuhnya.
Leonard menambahkan, pemerintah Indonesia juga harus kembali mempertimbangkan Andrew dan Myuran yang berperilaku baik. Selain itu, keduanya juga sudah memberikan pelatihan untuk warga lain sehingga dianggap lebih cocok masuk program rehabilitasi.
Andrew Chan dan Myuran Sukumaran dalam kelompok
"Bali Nine" diciduk kepolisian Indonesia pada 2004 karena terbukti
menyelendupkan lebih dari delapan kilogram heroin. Mereka menggugat Keppres Jokowi yang menolak memberikan grasi dan gugatannya ditolak.
Keduanya divonis hukuman mati pada 2005 dan mendekam di penjara. Saat ini, keduanya telah dipindahkan ke LP Besi di Nusakambangan. Pemerintah Australia selama dua bulan ini getol meminta dua warga negaranya dibebaskan.
Editor : Rio Tuasikal