Banyak kecelakaan di perlintasan kereta akibat palang pintu yang tidak memadai.
Penulis: Melati Putri, Sefiana Putri, Yuriantin
Editor:
KBR, Jakarta – Luna sering melintas di pintu perlintasan kereta untuk menuju tempat kuliahnya. Beberapa kali, ia menemukan palang pintu yang tidak baik.
“Gue nggak tahu nih kalau kereta mau lewat atau nggak, tapi palangnya itu lama nutupnya,” jelas Luna. “Terus akhirnya waktu itu ternyata kereta mau datang. Keadaan langsung kacau karena mobil-mobil langsung memencet klakson karena mereka mau selamat juga.”
Kelak, Luna tak perlu khawatir lagi menyeberangi perlintasan kereta kalau sudah ada palang pintu kereta bersensor. Palangini adalah inovasi dari sejumlah siswa di SMK Negeri 34 Jakarta. Alat ini ditampilkan dalam pameran RITECH yang digagas Kementerian Riset dan Teknologi pada 9-12 Agustus lalu.
Tim SMKN 34 ini terdiri dari Arie Agustino, Ardiand Tony Prioutomo, Darul Mua'lam, Aditya Dharmawan, dan Feryan Alamsyah, dengan ketua tim Ahmad Yon Khaerul. Selama berpameran, Yon tak henti-henti menerangkan soal palang pintu bersensor kreasi timnya kepada para pengunjung. Menurut Yon, inovasi ini diciptakan karena mendengar banyak keluhan dari teman-temannya soal kecelakaan di perlintasan kereta.
Dengan sensor
Palang pintu buatan SMKN 34 ini memakai sensor seperti yang ada di palang pintu tempat parkir atau jalan tol. “Kami tercetus dari situ. Kalau di tol bisa, kenapa di rel kereta tidak bisa?”
Sensor infra merah mendeteksi kedatangan kereta dari jarak 1 km. Sensor lantas mengirim sinyal untuk membuka dan menutup palang secara otomatis.
Palang pintu kereta tak memadai
Hingga saat ini, ada hampir tiga ribuan pintu perlintasan kereta api ada di Pulau Jawa dan sebagian diantaranya masih bermasalah. Misalnya, ada 200 pintu lintasan di DAOP I, antara Stasiun Merak, Banten sampai Stasiun Cikampek, Jawa Barat yang tidak dilengkapi palang pintu dan tidak dijaga. Bahkan ada 100 perlintasan resmi yang juga tidak dijaga.
Juru bicara PT KAI DAOP I Agus Komarudin mengatakan hal itu adalah tanggung jawab pemerintah daerah. “Biasanya pemerintah daerah mengajukan permohonan izin kepada pemerintah dalam hal ini kementerian perhubungan. Ketika izin itu turun yang menjadi tanggung jawab perlintasan itu adalah pemerintah daerah,” tukasnya.
Karena perlintasan yang tak memadai, menurut Agus, tahun ini tercatat 5 kasus kecelakaan di pintu perlintasan kereta api di wilayahnya. Seperti awal bulan ini, terjadi kecelakaan di pintu perlintasan kereta Rawa Buaya yang tidak berpalang dengan korban tiga orang tewas.
Dalam lima tahun terakhir Kementerian Perhubungan juga mencatat ada 106 kecelakaan di pintu perlintasan kereta api. Salah satu penyebabnya adalah palang pintu lintasan kereta yang tidak ada atau tidak memadai.
Cegah kecelakaan
Menurut tim SMKN 34, biaya pembuatan palang pintu bersensor inframerah ini mencapai Rp 100 juta per palang. Alat ini juga membutuhkan perawatan rutin terutama di bagian lensa sensor.
Dinas Perhubungan mengapresiasi karya tim tersebut ketika ditampilkan di pameran teknologi. Menurut mereka palang pintu ini bisa diwujudkan dengan sejumlah perbaikan.
Juru bicara Dirjen Perkeretaapian Kementerian Perhubungan, Joice Hutajulu menyambut baik inovasi anak-anak muda ini. “Ya mungkin nanti ke depannya bisa lah palang pintunya digunakan,” jelas Joice sembari menambahkan kalau palang pintu bersensor ini harus melewati sertifikasi dahulu sebelum dipasarkan.
Ketua tim SMKN 34 Yon berharap penemuan ini dapat mengurangi jumlah kecelakaan kereta.
“Harapannya semoga Dinas Perhubungan menyetujui, dan mendukung kami menciptakan palang pintu bersensor inframerah yang benar-benar jadi.”
Simak galeri foto palang pintu kereta api bersensor di sini.