KBR, Jakarta - Terdakwa kasus Sengketa Pilkada Akil Mochtar memprotes Jaksa Penuntut Umum JPU KPK lantaran berita tuntutan hukuman seumur hidup telah terlebih dahulu diberitakan di koran Kompas Hari ini.
Penulis: Wiwik Ermawati
Editor:

KBR, Jakarta - Terdakwa kasus Sengketa Pilkada Akil Mochtar memprotes Jaksa Penuntut Umum JPU KPK lantaran berita tuntutan hukuman seumur hidup telah terlebih dahulu diberitakan di koran Kompas Hari ini.
Hal ini disampaikan dirinya sebelum JPU KPK membacakan tuntutan di Pengadilan Tipikor. Bekas Ketua Mahkamah Konstitusi MK Akil Mochtar menyebut para pimpinan melanggar aturan peradilan akibat membocorkan isi tuntutan tersebut.
“Bahwa saya akan dituntut seumur hidup, saya tidak tahu etis atau tidak sebagai pimpinan lembaga sesuatu yang tidak boleh diungkapkan kepada publik terlebih dahulu.Karena itu mengabaikan sistem peradilan yang berlaku, karena bagaimana pun tuntutan itu berdasarkan fakta yang terungkap di Persidangan, bukan opini atau pendapat. Oleh karenanya menurut saya basa-basi yang seperti ini sudah tidak pelru lagi yang mulia. Jadi cukup dibacakan saja putusannya nanti kita akan menjawab didalam pledoi,” kata Akil di Tipikor, Senin (16/6).
Hari ini beredar berita di koran Kompas bila KPK bakal menuntut Akil Mochtar dengan hukuman pidana selama seumur hidup. Sementara Jaksa Penuntut Umum KPK Pulung Rinandoro membantah bila membocorkan isi tuntutan tersebut kepada media.
“Tetapi apakah yang disampaikan oleh media tersebut merupakan sumber yang resmi dari pimpinan KPK. Itu kami tidak pernah mengetahui, sekali lagi kami tidak pernah mengetahui dan kami JPU ini berusaha untuk tidak memberikan informasi kepada orang luar,” kita Pulung di Tipikor.
Hari ini sidang dengan agenda pembacaan tuntutan terhadap Akil Mochtar tengah berlangsung. Akil Mochtar didakwa menerima suap atas belasan sengketa Pilkada, salah satunya adalah Pilkada Lebak.
Dalam sidang persidangan sebelumnya dirinya mengakui meminta duit senilai Rp 3 miliar dari Tubagus Chaeri Wardhana melalui perantara pengacara Susi Tur Handayani.
Editor: Pebriansyah Ariefana