BERITA

INDEF: Potensi Penerimaan PPN Sembako itu Kecil!

"INDEF: Potensi Penerimaan PPN Sembako itu Kecil!"

Astri Yuanasari, Resky Novianto

INDEF: Potensi Penerimaan PPN Sembako itu Kecil!
Pekerja mengemas produk beras premium di Sumbawa Besar, Kabupaten Sumbawa, NTB, Jumat (3/9/2021). (Foto: ANTARA/Ahmad Subaidi)

KBR, Jakarta - Lembaga kajian ekonomi INDEF menilai, pengenaan pajak pertambahan nilai (PPN) sembako tidak akan berdampak signifikan menambah penerimaan negara.

Peneliti Center of Food, Energy, and Sustainable Development Indef Rusli Abdullah menyebut, pengenaan PPN barang kebutuhan pokok hanya akan menyumbangkan sekitar Rp21,1 triliun atau 1,97 persen dari total penerimaan pajak tahun lalu.

"Di tahun 2020 potensi sembako kita itu 21,1 triliun, lebih besar dibanding dengan potensi 2019 sebesar 16,8 triliun, ada kenaikan 4,2 triliun. Kalau kita lihat dari pemasukan rasio pajak PPN sembako hanya menyumbang 1,28 persen dari total pajak 2019. Atau 1,97 persen dari total penerimaan pajak 2020. Ini berarti kurang lebih 10 persen dari belanja pajak PPnBM. Itu kecil," kata Rusli dalam diskusi Indef, Selasa (14/9/2021).

Rusli mengatakan, selain potensi penerimaan pajak yang kecil, PPN sembako juga kurang tepat karena dirancang di tengah krisis ekonomi akibat pandemi Covid-19.

Kata dia, dampaknya akan memberatkan masyarakat meskipun baru akan diterapkan pada saat ekonomi mulai pulih nanti.

"Potensi 21 triliun ini bukan ujug-ujug nyemplung datang ke meja. Banyak sekali tantangannya. Pertama narasi PPN sembako di tengah pandemi kurang tepat. Memang kurang tepat karena adanya kenaikan PPN ini pasti akan secara psikologis menjadikan masyarakat merasa tertekan. Ini memunculkan expected situation. Takutnya itu akan ada kenaikan inflasi, inflasi yang diekspektasi, seperti itu, di masa depan," kata dia.

Baca juga:

FPKS Menolak

Anggota Panitia Kerja Panja Rancangan Undang-undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (RUU KUP) di Komisi XI DPR Ecky Awal Mucharam mengatakan fraksinya yaitu F-PKS menolak rencana penerapan PPN atas barang kebutuhan pokok atau sembako.

Ecky Awal Mucharam mengatakan rencana perluasan basis pajak termasuk terhadap sembako tersebut merupakan hak dasar seluruh masyarakat.

Menurutnya, ironi jika penerimaan PPN disumbang dari konsumsi masyarakat yang justru kebanyakan datang dari masyarakat kalangan ekonomi miskin dan menengah. Ia khawatir rencana tersebut justru akan jadi beban masyarakat.

"Isu perpajakan yang tertangkap oleh publik, justru bukan dalam konteks melakukan transformasi dan perbaikan sistem perpajakan kita, dimulai dari regulasi, administrasi perpajakan dan sistem lainnya yang terbangun dalam sistem perpajakan kita. Tetapi yang terjadi adalah sesuatu yang sungguh-sungguh menusuk perasaan kita, ketika di tengah pandemi ada gagasan untuk mengenakan PPN atas kebutuhan pokok atau sembako," ucap Ecky dalam Rapat Kerja bersama Menteri Keuangan, Senin (13/9/2021).

Ecky mengatakan pengenaan PPN sembako di tengah pandemi melukai perasaan rakyat kecil. Menurutnya, pengenaan ini justru mempertegas bahwa perluasan pajak untuk sembako semakin tidak relevan.

Ia pun mencontohkan, penerimaan PPh orang miskin menengah seperti karyawan dan buruh yang tercermin pada pos PPh Pasal 21 justru lebih banyak dibandingkan PPh orang pribadi yang merupakan representasi pajak orang kaya.

Sementara itu, kontribusi PPN tersebut malah tidak tercermin pada realisasi penerimaan pajak penghasilan (PPh).

Sebelumnya, pemerintah tengah mengajukan usulan untuk mengenakan pajak pertambahan nilai (PPN) atas sembako, jasa pendidikan, dan jasa kesehatan tertentu. Tujuannya, untuk menciptakan asas keadilan dalam membayar pajak, sekaligus meningkatkan penerimaan pajak.

Rencana tersebut diatur dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan Kelima atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP).

Baca juga:

Editor: Agus Luqman

  • PPN sembako
  • INDEF
  • RUU KUP

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!