NASIONAL

Risiko Lonjakan COVID-19 Akibat Pencabutan PPKM

"Pencabutan PPKM akan mengurangi upaya pengendalian kasus COVID-19 di tanah air. Padahal, PPKM selama ini mencakup multi-komponen pengendalian virus korona."

Muthia Kusuma Wardani

PPKM
Petugas medis menunggu pengguna jasa layanan tes antigen dan PCR COVID-19 di laboratorium Setiabudi, Jakarta, Selasa (3/1/2022). (Foto: ANTARA/Aditya Pradana)

KBR, Jakarta - Mulai 30 Desember 2022, Presiden Joko Widodo mencabut Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM). 

Kepala Negara beralasan, PPKM dihentikan karena dari pantauan 10 bulan terakhir, kasus harian COVID-19 melandai.

Meski begitu, Jokowi mengingatkan masyarakat dan pemangku kepentingan agar tidak lalai melaksanakan protokol kesehatan.

"Fasilitas kesehatan di semua wilayah harus siap-siaga dengan fasilitas dan tenaga kesehatan. Pastikan mekanisme vaksinasi di lapangan tetap berjalan, utamanya vaksinasi booster. Dan dalam masa transisi ini, Satgas COVID-19 pusat dan daerah tetap dipertahankan untuk merespons penyebaran yang cepat," kata Jokowi dalam keterangan pers di Istana Negara, Jumat, (30/12/2022).

Presiden Joko Widodo mengimbau masyarakat tidak berlebihan menyikapi pencabutan PPKM dan tetap disiplin menerapkan protokol kesehatan. 

Ia mengingatkan kondisi darurat kesehatan belum dicabut karena potensi penularan virus COVID-19 masih ada, dan organisasi kesehatan dunia WHO masih menetapkan status pandemi.

Dalam penjelasan berbeda, Menteri Koordinator Maritim dan Invesasi Luhut Binsar Pandjaitan menegaskan, pencabutan PPKM merupakan upaya menjaga keseimbangan antara aspek kesehatan dengan ekonomi. 

Pencabutan PPKM itu diharapkan dapat mempercepat pemulihan ekonomi pada tahun ini. Sebab, tidak ada lagi pembatasan mobilitas maupun kegiatan masyarakat dalam skala besar maupun kecil.

“Penyesuaian PPKM mampu menjaga pemulihan ekonomi, ini saya kira sudah dibuktikan dan seluruh dunia, saya harus mengatakan itu mengakui kita. Kemarin pada G-20 di Bali itu banyak sekali pemimpin-pemimpin dunia maupun level-level saya, yang mengatakan mereka angkat tangan kepada Indonesia yang mampu membuat ekonomi kita tumbuh, kuartal terakhir ini kita mungkin akan tumbuh tetap di atas 5% sehingga kita melihat bahwa kita 5,3% y-o-y untuk pertumbuhan ekonomi tahun lalu, itu akan bisa kita capai,” ucap Luhut dalam jumpa pers, Senin, (3/1/2023).

Namun, Luhut meminta seluruh pemangku kepentingan tetap mengantisipasi lonjakan kasus karena tingginya mobilitas masyarakat selama libur Natal dan Tahun Baru. 

Ia mengatakan, momentum libur Nataru selalu diikuti lonjakan kasus COVID-19. Ia juga meminta agar upaya surveilans meliputi pengetesan dan penelusuran kasus COVID-19 terus ditingkatkan.

Baca juga:

Jika terjadi kenaikan kasus

Seiring pencabutan PPKM, Kementerian Dalam Negeri merilis instruksi Pencegahan dan Pengendalian COVID-19 pada Masa Transisi Menuju Endemi. Dalam aturan itu, pengetatan pembatasan bisa kembali diberlakukan apabila terjadi kenaikan kasus COVID-19 yang signifikan. 

Namun, pemerintah kini tidak melarang pasien positif COVID-19 untuk bepergian selama mengenakan masker dan tidak mewajibkan untuk karantina. Masyarakat juga tidak lagi diharuskan untuk melakukan tes bila mengalami gejala COVID-19.

Keputusan pencabutan PPKM memunculkan kekhawatiran risiko lonjakan kasus COVID-19. Apalagi, pemerintah menemukan 15 kasus positif dari virus subvarian BF.7 di tanah air.

Varian turunan dari Omicron itu telah memicu tsunami COVID-19 di China dan Jepang. Subvarian ini memiliki kemampuan infeksi terkuat dan mudah menyebar dibanding subvarian Omicron lainnya yang ditemukan di China.

Epidemiolog Universitas Griffith Australia, Dicky Budiman mengatakan, pencabutan PPKM akan mengurangi upaya pengendalian kasus Covid-19 di tanah air. 

Padahal, PPKM selama ini mencakup multi-komponen pengendalian korona, diantaranya prokes individu, prokes lingkungan hingga upaya surveilans meliputi pengetesan, penelusuran hingga karantina.

"ketika ini dicabut sistem itu sudah seharusnya sudah ada melekat pada SOP hingga ini meningkatkan ketahanan kesehatan nasional dari ancaman penyakit apapun, bukan hanya Covid-19, tapi apapun sumber-sumber wabah lainnya, sehingga kita sudah punya skrining awal yang yang memadai yang bisa melindungi kesehatan dalam negeri yang ketahanan kesehatan dalam negeri," ucap Dicky kepada KBR, Sabtu, (31/12/2022).

Epidemiolog Universitas Griffith Australia, Dicky Budiman menegaskan, sejumlah komponen yang melekat dalam PPKM harus tetap dilakukan agar memitigasi lonjakan kasus Covid-19 di tanah air.

Di sisi lain, Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) mendorong agar program vaksinasi COVID-19 tetap menjadi prioritas di tahun 2023. 

Dewan Pakar IAKMI Hermawan Saputra mengatakan, vaksinasi merupakan upaya utama pencegahan penularan COVID-19.

"Begitu semua aktivitas longgar dan kemudian perilaku protokol kesehatan tidak lagi disiplin dan juga kampanye tidak lagi masif, ya dengan sendirinya juga kemauan orang dan kesediaannya untuk divaksin menjadi rendah sekali. Itulah tantangan kita sekarang ini. Kan dulu di kala semua stakeholder terlibat apalagi TNI dan polisi, itu kan ada target dari presiden dan, ada program gempur vaksin itu karena adanya target minimal misalnya 1 juta vaksin per hari atau 500 ribu per hari. Nah sekarang kan tidak ada lagi kampanye-kampanye seperti itu," kata Hermawan kepada KBR, Rabu (28/12/2022).

Editor: Agus Luqman

  • cabut PPKM
  • PPKM
  • momen nataru
  • lonjakan kasus covid
  • vaksinasi covid-19

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!