NASIONAL

Ini Dalil Denny Indrayana ketika Minta MKMK Pecat Ketua MK Anwar Usman

""Memerintahkan kepada MKRI untuk segera melakukan pemeriksaan kembali perkara nomor 90 dengan susunan majelis hakim konstitusi yang berbeda,""

Agus Lukman

Anwar Usman
Ilustrasi. Ketua MK Anwar Usman dalam sidang putusan perkara usia maksimal capres-cawapres di Jakarta, Senin (23/10/2023). (Foto: ANTARA/Indrianto Eko Suwarso)

KBR, Jakarta - Advokat dan akademisi Denny Indrayana mengajukan permohonan agar Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) memberhentikan tidak dengan hormat Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman. 

Denny menyebut Anwar Usman terbukti melakukan pelanggaran berat kode etik dan perilaku hakim konstitusi, karena tidak mengundurkan diri dari perkara yang diproses di MK yang anggota keluarganya memiliki kepentingan langsung terhadap putusan MK.

Permintaan pemecatan Anwar Usman itu masuk dalam tujuh petitum  yang diajukan Denny Indrayana dalam persidangan MKMK, Selasa (31/10/2023). 

Sidang MKMK itu memproses sejumlah laporan dari masyarakat mengenai dugaan pelanggaran etik oleh Anwar Usman dalam putusan perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 mengenai batas minimal usia calon presiden dan wakil presiden.

Denny Indrayana menyebut dalam pengambilan putusan Perkara 90, tidak hanya terjadi pelanggaran etika tapi juga intervensi dan kejahatan terencana dan terorganisir yang merusak keluhuran martabat dan kehormatan MKRI.

Denny juga meminta MKMK memutuskan putusan perkara nomor 90 menjadi tidak sah, sesuai pasal 17 ayat (6) Undang-undang Kekuasaan Kehakiman.

"Memerintahkan kepada MKRI untuk segera melakukan pemeriksaan kembali perkara nomor 90 dengan susunan majelis hakim konstitusi yang berbeda, tanpa hakim terlapor, sebagaimana di atur dalam pasal 17 ayat (7) UU Kekuasaan Kehakiman," kata Denny Indrayana saat membaca butir petitum di Sidang MKMK, Selasa (31/10/2023).

Denny Indrayana juga meminta MKMK menyatakan putusan Perkara 90 tidak berlaku, sampai ada putusan Mahkamah Konstitusi berdasarkan pemeriksaan kembali Perkara 90.

Dalam petitum, Denny Indrayana juga meminta MKMK mengeluarkan putusan sela (provisi), yaitu menunda dampak hukum dari putusan Perkara 90 sampai ada putusan MKMK, sehingga putusan Perkara 90 tidak bisa dijadikan dasar mendaftarkan pasangan calon presiden atau wakil presiden Pemilu 2024 ke KPU.

Atas permintaan provinsi ini, Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi MKMK menyatakan MKMK akan membacakan putusan pada 7 November 2023, atau sehari sebelum batas waktu berakhirnya pendaftaran calon pengganti (8 November 2023).

Baca juga:

Konflik kepentingan

Denny Indrayana menyatakan Ketua MK Anwar Usman  melanggar kode etik karena tidak mengundurkan diri ketika menangani perkara yang mengandung benturan kepentingan dengan keluarganya. Anwar Usman merupakan adik ipar dari Presiden Joko Widodo, dan putusan itu menyangkut kepentingan anak Joko Widodo yaitu Gibran Rakabuming Raka dalam pencalonan calon wakil presiden pada Pemilu 2024.

"Sebagaimana telah diuraikan dalam surat 27 Agustus dan 23 Oktober 2023, pelanggaran etika yang dilakukan oleh hakim terlapor sebenarnya terlihat nyata dan terang-benderang, utamanya ketika tidak mengundurkan diri dari penanganan perkara yang mengandung benturan kepentingan dengan keluarganya, kakak ipar Joko Widodo dan keponakan Gibran Rakabuming Raka," kata Denny Indrayana.

Denny berdalil pengunduran diri seorang hakim dari penanganan perkara karena ada benturan kepentingan, dikenal sebagai judicial disqualification atau recusal atau dalam bahasa latin ada asas nemo iudex in causa sua, yang terjemahan bebasnya; seorang hakim tidak boleh memeriksa perkara yang terkait dengan kepentingannya sendiri.

Denny juga menyinggung Bangalore Principles bagian 2.5 yang memuat prinsip-prinsip yang harus dipegang sebagai etika hakim di seluruh dunia, termasuk terkait dengan keluarga hakim.

Selain itu, Denny juga mendalilkan Peraturan Mahkamah Konstitusi (PMK) Nomor 9 Tahun 2006, butir 5 huruf b yang dengan jelas menyebutkan hakim konstitusi harus mundur jika ada benturan kepentingan dalam penanganan perkara yang terkait keluarganya.

"Kalau kita baca dari atas, hakim konstitusi harus mengundurkan diri dari pemeriksaan suatu perkara, apabila hakim tersebut tidak dapat atau dianggap tidak dapat bersikap tak berpihak karena alasan-alasan. Hakim konstitusi tersebut atau anggota keluarganya mempunyai kepentingan langsung terhadap putusan," kata Denny.

Ia mengatakan fakta yang tidak terbantahkan mengenai konflik kepentingan Anwar Usman dalam putusan Perkara 90, yaitu putusan itu membuka peluang seorang yang berpengalaman pernah/sedang menjadi kepala daerah untuk maju dalam pilpres, serta fakta bahwa Gibran Rakabuming Raka saat ini menjadi cawapres Prabowo.

"Sekali lagi, karena hubungan kausalitas antara putusan 90 dengan terdaftarnya Gibran Jokowi sebagai pasangan cawapres di KPU sudah menjadi fakta hukum yang tidak terbantahkan," kata Denny.

Denny Indrayana yang juga menjadi calon anggota legislatif dari Partai Demokrat pada Pemilu 2024 itu merasa berkepentingan agar hakim MK menjaga sikap kenegarawanan. 

"Kepentingan langsung pelapor adalah agar hakim-hakim konstitusi di MK betul-betul menjunjung tinggi profesionalitas dan integritas dalam memutus suatu perkara, khususnya sengketa hasil pemilu. Karena, pelapor berpeluang mengajukan sengketa hasil pileg ke MK," kata Denny.

Baca juga:


Putusan MK untuk perkara 90 yang dibacakan Senin (16/10/2023) menuai kontroversi dan mendapat sorotan luas di masyarakat. Perkara itu terkait batas usia minimal calon presiden dan calon wakil presiden. MK mengabulkan sebagian gugatan pemohon dengan memasukkan norma baru.

“Mengabulkan permohonan Pemohon untuk sebagian. Menyatakan Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum yang menyatakan, 'berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun' bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, sepanjang tidak dimaknai ‘berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah’,” ucap Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman membacakan putusan pada Senin (16/10/2023) di Ruang Sidang Pleno MK.

Pada perkara sebelumnya, MK menolak sepenuhnya sejumlah permohonan agar usia batas capres-cawapres diturunkan dari angka 40. Gugatan yang ditolak antara lain Perkara Nomor 29 yang diajukan Partai Solidaritas Indonesia (PSI), perkara nomor 51 (diajukan Partai Garuda), dan perkara 55. Alasan penolakan MK, karena masalah usia itu merupakan open legal policy yang berada di ranah legislatif.

Editor: Agus Luqman

  • MKMK
  • Anwar Usman
  • Gibran Rakabuming
  • Jokowi
  • Putusan MK
  • Bangalore Principles

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!