SAGA
Sekolah Kita: Sekolah Perjuangan Anak Rumpin
Neneng berharap lewat bekal pendidikan yang diberikan kepada anak-anak Rumpin, nasib kampung mereka akan lebih baik. Paling tidak generasi penerus tersebut dapat lebih paham bagaimana memperjuangkan dan mempertahankan hak mereka.
AUTHOR / Nurika Manan
KBR68H - Sebuah
sekolah alternatif berdiri di wilayah sengketa tanah di Rumpin, Bogor.
Lembaga pendidikan nonformal ini digagas sejumlah relawan dan warga
setempat. Salah satu tujuannya mencegah dampak buruk akibat konflik
bagi psikologis anak. Materi yang diajarkan menonjolkan nilai-nilai
empati dan keberanian menghadapi masalah.
Sawah luas yang digarap puluhan petani, warga Kampung Cibitung, Rumpin,
Kabupaten Bogor, Jawa Barat terbentang luas. Di sana berdiri bangunan
milik TNI Angkatan Udara Republik Indonesia (AURI). Bangunan tersebut
terlihat menonjol di antara hamparan hijau sawah dan perairan serupa
danau. Namun daerah itu menyimpan bara konflik sengketa tanah antara
warga setempat dengan TNI AURI sejak 2007 silam.
Dua tahun lalu kasus ini sempat meruncing.Saat itu warga Rumpin meminta
hak atas tanahnya kembali kepada TNI. Akibatnya bentrokan antara aparat
dan warga pecah. Konflik menyebabkan derita bagi warga, termasuk
anak-anak Rumpin.
Sejumlah aktivis, pendamping warga lantas menggagas berdirinya sekolah
alternatif, pada April tahun lalu. Namanya“Sekolah Kita” cerita Ana
Agustina. “Awalnya sih itu Bu Neneng yang meminta aku untuk mengajar.
Kemudian, lama kelamaan, masa cuma ngajar aja mata pelajaran yang sudah
ada di sekolah mereka. Nah dari situ aku mikir, aku nggak bisa jalan
sendiri. Sampai akhirnya aku ngobrol dengan beberapa teman. Coba gimana
nih, sistemnya kira-kira selain hanya mengajar. Aku coba bikin
proposal-proposal dasar pemikirannya”
Neneng yang disebut Ana tadi adalah salah warga Rumpin yang gigih
memperjuangkan tanahnya. Pertemuan mereka berawal saat Ana ditugaskan
mendampingi Neneng menghadapi kasus sengketa tanah di sana.
Neneng berharap lewat bekal pendidikan yang diberikan kepada anak-anak
Rumpin, nasib kampung mereka akan lebih baik. Paling tidak generasi
penerus tersebut dapat lebih paham bagaimana memperjuangkan dan
mempertahankan hak mereka.
“Mungkin sekarang kita merasakan, seperti ibu pribadi ini kurang
pendidikan, orang-orang tua juga kurang pendidikan. Kita belum bisa tahu
kapan ini selesainya. Kita bukan nggak berjuang, hari ini kita masih
ingin berjuang. Kalau dengan pendidikan, perjuangan ini bisa
diselesaikan dengan damai. Kalau kita kan, orang sini nggak tahu hukum,
nggak tahu cara bicara dengan pejabat, dengan TNI kurang pemahamannya,”
jelasnya.
Awalnya hanya sedikit anak yang berminat belajar di sekolah itu. Apa penyebabnya?
Komentar
KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!