SAGA

Menanti Suara Menyejukan

Namun tak semua warga merasa nyaman dengan suara yang bersumber dari pengeras suara masjid.

AUTHOR / Erric Permana

Menanti Suara Menyejukan
masjid, pengeras suara, dewan masjid, toleransi, jusuf kalla

KBR68H - Lantunan ayat suci atau ceramah agama yang bersumber dari pengeras suara masjid  terkadang mengganggu pendengarnya. Hal ini juga sempat mengundang kritik Wakil Presiden Boediono sampai Dewan Masjid Indonesia. Organisasi yang dipimpin bekas Wapres Jusuf Kalla itu bahkan  berencana membuat aturan soal penggunaan pengeras suara di rumah ibadah kaum muslim.     KBR68H bertandang ke salah satu masjid di Jakarta yang kerap memakai speaker untuk mendukung aktivitas keagamaan.

Subuh. Lantunan ayat suci Al-Quran berkumandang di  Masjid Mubarok  yang terletak di pemukiman padat penduduk Muara Angke, Jakarta Utara. Empat  speaker atau pengeras suara  terpasang  di menara masjid. Alhasil suara yang  terdengar sangat keras dan mengganggu. 

Duapuluh meter dari lokasi masjid,  nampak sebuah musholla. Lantunan ayat suci juga kerap terdengar dari sana.  Sejak pukul  4 pagi, sejumlah  warga atau jemaah  mulai terbangun dan bergegas ke masjid.

Salah satunya adalah Ijub Riadi. Rumahnya berada  50 meteran dari masjid.  Pedagang di Pasar Muara Angke ini mengaku sering  beribadah di masjid tersebut.  “ Yah saya sejak tinggal di rumah sering mengikuti shalat berjamaah di sana. Sekitar 4 tahun tinggal di sana. Kegiatan yang biasanya sering diikuti shalat berjamaah.”

Lantunan shalawat nabi berkumandang.Tak lama kemudian terdengar azan atau   seruan untuk mengajak orang salat Subuh.   Meski rumahnya berdekatan dengan masjid tersebut , Ijub mengaku tidak terganggu dengan pengeras suara yang memekakan telinga.  “Selagi itu kegiatan berbentuk positif, saya tidak terganggu. Jadi tidak terganggu istirahatnya yah ? Tidak itu kan di waktu-waktu tertentu jadi saya tidak terganggu.”

Dia menambahkan, “ Yah tentunya ini sangat membantu saya bangun tidur untuk melaksanakan shalat subuh. Jadi yah saya jarang sekali ketinggalan shalat berjamaah di sana kalau subuh.”

Namun tak semua warga  merasa nyaman dengan suara yang bersumber dari  pengeras suara masjid.  Seperti disampaikan Maya warga setempat  yang tinggal bersebelahan dengan Masjid Mubarok.   “Buat Adzan sih bagus, tapi kalau  kegiatan lain itu kayanya ngeganggu. Kalau abis shalatkan baca doa, kayanya gak perlu pakai speaker. Kegiatan lain seperti bapak-bapak pengajian itu mengganggu banget,” katanya.

Warga lain Bintang yang rumahnya berjarak 40 meter dari masjid juga menyampaikan keberatannya. “ Bapak yang merasa terganggu kegiatan apa sih ? Misalnya kadang-kadang acara yang tertentu, biasanya ceramah tuh.”

Bintang terganggu dengan aktivitas  pengajian yang digelar  siang hari.”Kadang-kadang ibu-ibu seperti pengajian itu tidak perlu pak. Kalau memang mau ceramah yang gak usah pakai speaker. Karena yang kita tidak datang belum tentu suka. Saya sebenarnya tidak suka pak kalau cermah. Itu sudah di luar waktu.”

Tapi dia sungkan mengajukan keberatan kepada pengurus masjid. “Saya juga beragama Islam,  tapi gimana ya. (Suara dari masjid-red) Jangan mengganggu lah orang yang tidak datang dengan menggunakan speaker. Saya tidak melarang sih tapi gimana.”

Persoalan  suara  yang  mengganggu  dari pengeras suara masjid juga pernah  disinggung Dewan Masjid Indonesia. Ketua lembaga itu  Jusuf Kalla  menyampaikan kritiknya. “ Yang pentingkan Adzan yang mutlak kalau pengajian itu jangan terlalu panjang. Dan jangan lewat tape recorder harus langsung. Ini yang harus kita atur. Bahwa kedua hukum islam kita memanggilkan sampai 40 rumah. Jadi tidak perlu terlalu keras. Dan ditambah masing-masing masjid kan keras suaranya dan saling tabrakan.”

Kata bekas Wakil Presiden tersebut Dewan Masjid Indonesia berencana membuat aturan soal penggunaan pengeras suara di masjid. “ Kita akan merencanakan itu pengajian seragam lewat radio misalnya di RRI di satu kota. Nanti di situ pengajiannya live tidak lewat recorder. Sehingga satu suara, tidak bermacam-macam suara dari masjid-masjid. Sehingga tidak jelas.”

Lantas bagaimana tanggapan dua organisasi Islam terbesar, Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah soal gagasan itu?

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!