SAGA

Melepas Jerat PRT Anak (3)

LSM Jaringan Nasional Advokasi Pekerja Rumah Tangga (Jala PRT) menemukan dua wilayah yang paling banyak mempekerjakan PRT anak, yakni Tangerang, Banten dan Bekasi, Jawa Barat

AUTHOR / Quinawaty Pasaribu

Melepas Jerat PRT Anak (3)
PRT, Anak, Pekerja, Perburuhan, ILO

Pemberdayaan Anak


LSM Jaringan Nasional Advokasi Pekerja Rumah Tangga (Jala PRT) menemukan dua wilayah yang paling banyak mempekerjakan PRT anak, yakni  Tangerang, Banten dan Bekasi, Jawa Barat. Data yang didapat pada September hingga Mei tahun ini menyebutkan, di Tangerang  ada 48  anak sementara di Bekasi  tercatat 60 anak. Menurut Staf Program PRT Anak di Jala, Inke Maris dua wilayah tersebut merupakan daerah industri dan pemukiman warga.


"Dari tahun 2010-2011 kita itu mendapat data 120 orang PRT Anak di Bekasi. Ada lima wilayah, Pejuang, Harapan Mulya, Titian Asri, Titian Indah, Kranji," jelas Inke.

Berpijak pada data itu, Jala PRT lantas membuat program khusus bagi PRT anak. Mereka dibekali pendidikan seni dan keterampilan di Kranji, Bekasi.  "Ya program kami pendidikan formal dan informal seperti anak kembali ke sekolah, informalnya keterampilan pelatihan kecakapan hidup, memasak. Juga paket kesetaraan A B dan C. Contohnya 2012, dua anak ikut paket A, 12 dipaket B dan dua orang dipaket C," jelas Inke.

Mereka juga diajarkan seni peran. Kembali Inke Maris menjelaskan, "Mulai 2011 kita masuk Kranji. Kebetulan kita ingin anak berekspresi bukan hanya program pendidikan, tapi kami mau anak-anak ini berekspresi cita-citanya. Makanya kita buat kelompok teater. Akhirnya saya kepikiran, gimana biar anak-anak ini biara intens kekeluargaan, nah kita buat kelompok rumah yang betul-betul kekeluargaan. Akhirnya kita buat Sanggar Mutiara."

Salah satu pengajar di Sanggar Mutiara, Herlina Syarifudin bercerita tentang kegiatannya. "Targetku sederhana membuat mereka berani tampil di depan umum, kalau ngomong metafornya berani menantang zaman. Untuk memunculkan rasa percaya diri anak-anak ini susah, mereka merasa anak yang terpinggirkan, nah bagaimana membangkitkan semangat bahwa jalan mereka masih panjang. Dan syukurlah saat bersama mereka, ada peningkatan.," katanya.

Singkatnya anak-anak jadi lebih percaya diri. Hal itu terbukti ketika mereka tampil untuk pertama kalinya di panggung teater Goethe Institut pada Juni tahun ini.

Lantas perubahan apa yang dirasakan bekas PRT anak seperti Anisyah dan Suci selama mengikuti program pemberdayaan tersebut? "Banyak sih dari sini, ketarampilan membuat tas dari bekas bungkus kopi. Rasanya senang jadi merasa ada bisa, punya pengalaman jadi nambah, bisa tahu bahasa inggris, terus ya seneng tadinya malu bicara jadi berani ngomong, enggak malu," kata Anisyah.

Suci: Yang aku suka teater, terus kejar paket juga. Bahasa Inggris juga.
KBR68H: Kenapa kamu suka teater?
Suci: Karena teater sama kayak acting. Terus banyak pengalaman, kita dapat peran harus menguasai. Bisa diceritakan ke orang lain juga.
KBR68H: Jadi lebih berani?
Suci: Pas pertama kali datang, malu-malu, ditanya sampai berapa menit baru ngomong. Kalau sekarang lebih berani, lebih baik dari yang kemarin.

Staf Program PRT Anak di Jala, Inke Maris berharap lewat program yang mereka buat, anak-anak seperti Anisyah dan Suci terlepas dari profesi buruk sebagai pekerja anak.  "Inginnya tidak ada lagi anak yang bekerja sebagai PRT Anak, karena ini merupakan pekerjaan terburuk bagi anak. Harusnya kan, di usia mereka berada di sekolah tidak mencari uang, bisa ditanya kadang keluh kesah dijadikan sumber ekonomi oleh orangtua, pekerjaan yang banyak, kemudian mereka sangat iri ketika tahu teman-temannya sekolah. Jadi merasa rendah diri," jelas Inke.

KBR68H: Keinginan mau jadi apa?
Anisyah: Pengen lebih baik, kerja kantoran. Pengen angkat derajat orangtua, enggak pengen ngontrak, mandiri, enggak mau bantuan dari siapa-siapa.

KBR68H: Cita-cita kamu apa?
Suci: Sebenarnya belum tahu pengennya ikut teater, di Kranji diundang sama orang. Pengen begitu. Biar tahu sanggar kita juga.

Editor: Taufik Wijaya

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!