SAGA

Kasus Benny Handoko dan Ancaman Kebebasan Berpendapat di Dunia Maya (2)

Munculnya akun twiiter tanpa identitas yang jelas atau anonim bisa dikategorikan sebagai spin doctors.

AUTHOR / Sasmito Madrim

Kasus Benny Handoko dan Ancaman Kebebasan Berpendapat di Dunia Maya (2)
benhan, benny handoko, twitter, UU ITE, Spin doctors

Fenomena “Spin Doctors”

Selain Benny Handoko, kasus pencemaran nama baik di twitter juga dialami pengelola akun twitter @triomacan2000. Akun tersebut kerap menulis informasi korupsi dengan sumber anonim. Pada akhir tahun lalu tiga orang pengelola akun itu  dilaporkan staf khusus Menteri Perekonomian Abdul Rasyid ke Kepolisian Jakarta dengan alasan pencemaran nama baik. Hingga kini polisi masih menyelidiki kasus tersebut . 

Namun ahli Komunikasi dari Universitas Indonesia, Ade Armando berpendapat ada perbedaan dari  dua kasus tersebut.“Benhan kan jelas orangnya. Orang-orang semacam ini, kalau mengungkapkan sesuatu negative pasti dengan perasaan bertanggung jawab. Dia bisa saja salah. Tapi bagaimanapun juga, orang semacam ini menurut saya lebih bertanggung jawab dalam mengungkapkan ekspresi atau pandangannya. Ketimbang akun-akun anonim. Nah yang harus diberi peringatan keras ya pengguna akun anonim tadi,” jelasnya.

Munculnya  akun twiiter tanpa identitas yang jelas atau anonim bisa dikategorikan sebagai “spin doctors”. “Kita bicara tentang ahli-ahli manajemen citra atau orang-orang yang jago melakukan manajemen isu. Tapi untuk mencapai tujuan tertentu, mereka dengan sengaja memlesetkan, mengubah, mendistorsi fakta yang sesungguhnya ada untuk kepentingan mereka yang melakukan spin doctor itu. Jadi pada dasarnya spin doctor itu negative karena ada muatan menipunya, berbohong membangun kesan yang salah,”imbuh Ade.

Lantas bagaimana sebaiknya pemerintah dan aparat penegak hukum menyikapi kasus seperti yang dialami Benny Handoko?


Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!