PILIHAN REDAKSI

Waspada, Kabut Asap Bisa Picu ISPA

"Kenapa saya yang sudah bertahun-tahun menghirup kabut asap dalam jangka waktu lama, malah tidak sakit. Apa saya kebal..?"

Eka Jully

Waspada, Kabut Asap Bisa Picu ISPA
Kabut Asap di Pekanbaru (foto : Green Radio Pekanbaru )

Kabut asap yang menyelimuti beberapa daerah di Indonesia, tak hanya berdampak pada sektor ekonomi, kebersihan udara, psikologis dan kemarahan warga. Tapi, dibalik itu, penyakit pernafasan pun menghantui, bahkan bisa menyebabkan kematian.

Seperti yang dialami seorang anak di Pekanbaru, Riau Muhanum Anggriawati (12), beberapa waktu lalu, yang diduga meninggal karena ISPA akibat kabut asap yang menggerayangi Pekanbaru selama satu bulan terakhir.


Menurut dr. Sari Kusumawati, Dokter Umum yang berpaktek di Pos Sehat Masjid Baitul Ihsan Kebon Sirih, ISPA bisa terjadi akibat virus  yang  berasal dari asap yang bercampur debu.


“Polusi asap, jika masuk ke saluran nafas, maka “cambuk kecil”  atau silia, didorong ke atas hingga sampai ke hidung. Kalau polusinya banyak akan menghasilkan lendir, dari warna putih  hingga berwarna hijau,” jelasnya saat berbincang bersama KBR pada program Klinik KBR, Selasa (22/9/2015).


“Kalau asapnya semakin banyak, maka silia tak mampu mengeluarkan polusi, jadi virus bakteri lebih gampang masuk dan mudah sakit. Kalau polusi asapnya  intens,  selain silia lumpuh, lama-lama akan habis, seperti yang dialami perokok kronis,” tambahnya


ISPA adalah Infeksi saluran pernapasan akut (bukan atas) pada bagian sinus, hidung, mulut, tenggorokan, saluran udara, atau paru-paru. ISPA terbagi dua, infeksi saluran nafas  atas dan bawah. Penyebabnya adalah  virus  atau bakteri yang masuk ke saluran pernafasan. Kalau infeksi saluran pernafasan parah, bisa sampai ke bawah mengenai  paru -paru atau pneumonia. Hal ini, bisa menyebabkan kematian.


“Gejala ISPA adalah batuk, pilek, gatal di hidung, batuk, bisa demam atau tidak. Jika terkena laring atau pita suara, maka suara akan menjadi serak, nyeri menelan atau sakit tenggorokan.Jika,sudah terkena ke saluran nafas bawah, bisa sesak nafas. Jadi spektrum ISPA luas,“ ungkapnya.


Dalam program yang disiarkan pukul 09.00-10.00 WIB di seluruh radio jaringan KBR yang tersebar dari Aceh hingga Papua, salah seorang pendengar KBR, Ricky di Pontianak mengajukan pertanyaan melalui telephone bebas pulsa KBR.


“Dok, ada teman kampus saya yang berasal dari Bali, saat ini terkena ISPA. Lha, kenapa saya yang sudah bertahun-tahun tinggal disini dan menghirup kabut asap dalam jangka waktu lama, malah tidak sakit. Apa saya kebal..?” tanya Ricky.


“Gak juga”, jawab Sari Kusumawati.


“Ini bisa dilihat dari jumlah pasien ISPA di Pekanbaru yang meningkat menjadi 22 ribu pasien. Padahal, di sana hampir setiap tahun terjadi kabut asap akibat pembakaran lahan dan hutan. Mungkin, karena  kondisi  kesehatan seseorang  lebih fit, jadi tidak mudah terkena ISPA. Bisa pula,  karena sudah sering  terkena asap jadi warga  sudah tau bagaimana menangani atau menghindari asap, bukan karena tubuh sudah kebal,” ujarnya.


Ia menambahkan kalau mengalami infeksi pernafasan 1-14 hari, bisa disebut infeksi akut, dan kalau lebih dari jangka waktu itu disebut subkronik /kronik. Kondisi ini menyebabkan fungsi pernapasan menjadi terganggu. Jika tidak segera ditangani, dapat menyebar ke seluruh sistem pernapasan tubuh.


Anak anak, kata Sari, lebih rentan terkena ISPA  karena daya tahan tubuh mereka yang masih lemah dan antara saluran nafas dan telinga  lebih datar, jadi ingusnya lebih mudah menjalar ketelinga. Selain itu,  anak-anak juga belum memperhatikan kebersihan..


“Anak-anak bisa terkena ISPA 6-12 kali pertahun, sedangkan orang dewasa 1-4 kali. Untuk mencegah anak anakdari ISPA adalah dengan imunisasi dan vaksinasi,” ujarnya


Selain anak-anak, penderita asma dan renginitis alergi, juga gampang terkena ISPA . Pun dengan perokok. Namun, untuk memastikan ada virus ISPA atau tidak, harus diperiksa ke dokter.


Ia menyarankan, kalau ada orang yang nafasnya kembang kempis hingga ke cuping hidung, panas tubuh 40 derajad celcius, badan anak kejang dan demam, bibir dan tangan biru dingin karena  pertukaran darah di paru-paru tak berfungsi, ini sudah gawat. Kata Sari, kondisi seseorang yang sudah mengalami hal ini, jangan ditunda untuk segera dibawa ke dokter.


Nah, karena penyebab ISPA adalah virus, bakteri dan polusi, maka kita harus menghindari hal tersebut. Saat bersin atau batuk, misalnya, harus ditutup dengan telapak tangan atau sapu tangan. Karena saat kita bersin/ batuk, bakteri bisa terbang hingga 200 km per jam dan bisa menular ke orang lain. Jangan lupa, biasakan cuci tangan sesering mungkin.


Kalau bakteri atau virusnya akibat kabut asap, pakailah masker N95. Tapi, sayangnya, masker N95 pun dirancang untuk sekali pakai, maksimal 8 jam, setelah itu harus ganti baru .


Menjaga kesehatan dan asupan gizi dan seimbang, terutama  mengkonsumsi  buah-buahan, asupan Vitamin C dan vitamin A, juga harus digalakkan. Begitu juga dengan konsumi protein yang bisa  membantu sel- sel darah putih untuk melawan penyakit. Namun, antara protein nabati dan hewani harus  seimbang.


Karena ISPA begitu mudah menjangkiti tubuh seseorang, mari kita mendoakan saudara-saudara kita yang saat ini tengah melawan kabut asap, bisa terhindar.  Pemerintah pun  diharapkan segera mengatasi  kebakaran lahan dan hutan, agar Indonesia bebas ISPA.


 

  • kabut asap
  • ISPA
  • Infeksi Saluran Pernafasan Atas
  • Infeksi saluran pernafasan akut

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!