KBR, Jakarta - Pos Pemantauan Gunung Krakatau mencatat Gunung Anak Krakatau terus aktif meletus. Anak Krakatau terus mengeluarkan abu, awan panas, hingga aliran lava. Erupsi terjadi sejak Sabtu (22/12/2018) hingga setelah tsunami melanda Selat Sunda .
Petugas pemantau Gunung Anak Krakatau, Kristianto mengatakan aktivitas Anak Krakatau mencapai ratusan kali dalam sehari. Namun, dari hasil pantauan, muntahan material dari Anak Krakatau tak pernah lebih dari radius 2 kilometer dari gunung.
"Sering juga kelihatan ada lontaran material pijar. Kemudian, lontaran material aliran lava jatuh ke tubuh Gunung Anak Krakatau. Kadang sampai pantai, tapi pokoknya masih dalam radius 2 kilometer dari pusat kegiatan. Kalau trennya, sebetulnya eskalasi naik-turun. Kalau dari lontaran. Makanya sekarang statusnya masih waspada," kata Kristianto kepada KBR, Senin (24/12/2018).
Kristianto mengatakan, aktivitas Anak Krakatau pada tahun ini, dimulai sejak 29 juni 2018.
Namun, intensitas mulai tinggi sejak September 2018, dengan tremor amplitudo mencapai 58 milimeter.
Jika cuaca cerah, kata Kristianto, aliran lava dan lontaran material pijar juga terpantau dari pos pemantau yang berjarak 42 kilometer dari gunung.
Sedangkan abu vulkanik bisa disemburkan 300 sampai 1.500 meter dari puncak gunung.
Adapun saat terjadi gelombang tinggi tsunami pada Sabtu, 22 Desember 2018 kemarin, Kristianto berkata tak banyak catatan yang dimiliki pos pemantau.
Pada tanggal itu, dari siang hingga sore, cuaca masih cerah dan muntahan lava terlihat.
Sayangnya, kabut mulai turun pada malam hari, sehingga tak bisa terpantau secara langsung.
Pada pukul 21.03, alat sensor seismograf di gunung juga mati, yang diduga karena terkena material lava. Namun, rekaman seismograf di Pulau Sertung mencatat gempa tremor vulkanik, dengan amplitudo berkisar 50 hingga 58 milimeter.
Baca juga:
- Dua Dugaan Berbeda Penyebab Tsunami Pandeglang versi BPPT dan LIPI
- PVMBG Sebut Tsunami di Banten Tidak Berkaitan Dengan Aktivitas Krakatau
Editor: Kurniati