BERITA

Ada Kesenjangan Pembangunan Infrastruktur di Papua

Ada Kesenjangan Pembangunan Infrastruktur di Papua

KBR, Jakarta- Pemerintah Provinsi Papua mengklaim protes pembangunan infrastruktur di Papua, karena kesenjangan ekonomi yang ada di sana. Asisten Bidang Perekonomian dan Kesejahteraan Rakyat Pemprov Papua, Noak Kapisa menyebut, secara keseluruhan Papua merupakan wilayah adat yang dalam pembangunan memerlukan dialog secara intensif.

Noak mengatakan, dari hasil komunikasi akhirnya melibatkan warga asli Papua dalam proyek pembangunan infrastruktur.


“Pemimpin kita di wilayah terpencil jauh di pegunungan sana itu sudah mereka melakukan pendekatan-pendekatan itu. Saya juga dengar dari mereka bahwa mereka sangat bekerja keras untuk melakukan dialog. Karena saudara-saudara kita juga itu. Menurut kami soalnya terjadi mungkin kami itu kesenjangan ya, karena mungkin faktor kesenjangan membuat pikiran bisa berbeda-beda itu,” kata Noak Kapisa kepada KBR, Kamis (6/12).


Noak juga mengatakan, selama ini banyak yang menilai pembangunan tidak diperlukan rakyat Papua, ditambah lagi tingginya kesenjangan ekonomi di Papua. Kemudian, pembangunan di Papua baru dimulai sejak diberikannya otonomi khusus di Tahun 2001, sehingga, proses pembangunan untuk mengejar ketertinggalan ini belum merata.


Namun, Noak melanjutkan, pendekatan kebudayaan dan pendekatan sosial kepada masyarakat selalu diintensifkan untuk menjaga wilayah adat Papua, serta pelibatan warga asli sana.


“Di wilayah itu kan tentu pemerintah melalui dari pusat, provinsi, dan kabupaten itu memang saya kira sudah memberitahukan kepada masyarakat bahwa ada pembangunan infrastruktur dan akan melewati wilayah-wilayah adat dan itu tahu persis. Seperti yang dilakukan di wilayah dalam desa di Papua, pendekatan sosial itu dilakukan,” ungkap Noak.


Sebelumnya, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) menampik jika pembangunan infrastruktur di wilayah Papua tidak melibatkan warga masyarakat asli di sana.


Menurut Juru bicara Kementerian PUPR, Endra S. Atmawidjaja, janggal jika pembangunan infrastruktur yang gencar dilakukan pemerintah tanpa melibatkan warga. Sebab, suatu pembangunan itu bermula dari adanya suara yang merekomendasikan, dalam hal ini masyarakat Papua.


"Jadi, kalau buat saya, statement itu agak janggal karena dari disiplin pemrograman itu pasti ada bottom up, ada yang mengusulkan, ada yang merekomendasikan, ada yang programkan itu dibahas dari Musrenbang, dari rembuk desa, kemudian Musrenbang kabupaten/kota, musrenbang provinsi dan musrenbang nasional. Kemudian dikonsultasikan ke dpr baru jadi DIPA," ujarnya kepada KBR, Jakarta, Kamis (6/12/2018).


Setiap pembangunan, jelas Endra, selalu dibahas dalam berbagai forum. KemenPUPR, terus memberikan dukungan ketika suatu kabupaten/kota dinilai telah memenuhi syarat dan ketentuan yang berlaku. Syarat tersebut, lanjut Endra, tidak lain adalah supaya infrastruktur yang dibangun tidak berakhir menjadi "monumen".

"Selalu kita menilai yang disebut dengan readyness criteria, itu dari sisi lahan, anggaran, sosial masyarakatnya menolak atau tidak," pungkasnya.


November lalu, Ketua Majelis Rakyat Papua (MRP), Timotius Murib mengatakan, MRP sebagai representasi kultural orang asli Papua tidak pernah diajak duduk bersama dengan pemerintah perihal membahas pembangunan infrastruktur di sana.


Murib juga mempertanyakan untuk siapa sebenarnya pembangunan yang gencar dilakukan di Papua oleh pemerintah itu.

Baca juga:

    <li><span id="pastemarkerend"><b><a href="https://kbr.id/nasional/12-2018/opm_serang_pekerja__ini_kelanjutan_trans_papua/98380.html">OPM Serang Pekerja, Ini Kelanjutan Trans Papua</a> <br>
    
    <li><span id="pastemarkerend"><b><a href="https://kbr.id/nasional/12-2018/lsm_desak_pemerintah_ubah_cara_pandang_pembangunan_di_papua/98385.html">LSM Desak Pemerintah Ubah Cara Pandang Pembangunan di Papua</a></b></span></li></ul>
    

    Editor: Kurniati

  • Papua
  • Penembakan Nduga
  • Kesenjangan Papua
  • Otonomi khusus Papua
  • KemenPUPR

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!