NASIONAL

Upaya Mengatasi Ancaman PHK Massal di Industri Tekstil

"Badan Pusat Statistik BPS mencatat selama periode Agustus 2021 hingga Agustus 2022 terjadi penurunan jumlah tenaga kerja di sektor tekstil hingga 50 ribu orang."

Heru Haetami, Sadida Hafsyah

PHK
Ilustrasi. (Foto: ANTARA/HO-Humas Kemenperin)

KBR, Jakarta - Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) mengklaim ada sekitar 30 ribuan pekerja sektor tekstil dalam negeri yang terpaksa dirumahkan. Sekjen API Rizal Tanzil Rakhman membantah jika perusahaan disebut melakukan PHK. Menurut Rizal, perusahaan terpaksa merumahkan pekerja karena terdampak resesi global.

"Saya garis bawahi ya bukan PHK, itu di tekstil dihindari. Jadi dirumahkan, misal begini. Dari kapasitas 100 ton menjadi 50 persennya kan berarti ada mesin yang mati kan. Itu ada operatornya, ada karyawannya. Nah karyawan itu yang dirumahkan sampai menunggu ada order selanjutnya yang bisa dikerjakan. Sehingga mereka bisa dipanggil kembali kerja di pabrik. Nah kalau angka pastinya itu dari anggota kita saja yang sudah tersurvei, itu anggota API maksud saya, itu ada 30 ribuan," ujar Rizal saat dihubungi KBR, Selasa (8/11/2022).

Sekjen Asosiasi Pertekstilan Indonesia Rizal Tanzil mengatakan, pukulan terhadap sektor industri tekstil menjadi peringatan bagi pemerintah. Ia mengatakan industri tekstil merasakan langsung dampak resesi karena banyak memasarkan produknya ke luar negeri.

Sebelumnya, Badan Pusat Statistik BPS mencatat selama periode Agustus 2021 hingga Agustus 2022 terjadi penurunan jumlah tenaga kerja di sektor tekstil hingga 50 ribu orang.

Penurunan jumlah tenaga kerja terjadi karena pelambatan di sektor tersebut. Kinerja industri tekstil dan pakaian turun tajam dari 13,74 persen pada kuartal kedua 2022 menjadi 8,09 persen di kuartal ketiga.

Bentuk Satgas

Menteri Perindustrian Agus Gumiwang mengklaim bakal melakukan berbagai upaya untuk memitigasi efek domino dari melemahnya sektor industri tekstil.

"Sebelum BPS ini melakukan rilis, kami juga sudah membahas panjang lebar internal kami dan juga dengan berbagai asosiasi. Kami sudah menyiapkan beberapa langkah-langkah untuk memitigasi tekanan-tekanan tersebut, khususnya risiko global. Pertama yang penting adalah pencarian pasar baru ekspor, nah kita akan membuka akses atau akan mencoba membuka akses untuk pasar-pasar di Amerika Latin dan Amerika Selatan, Afrika, dan juga negara-negara Timur Tengah dan Asia,” kata Agus dalam Konferensi Pers Capaian Pertumbuhan Ekonomi Triwulan ke-III, Senin (7/11/2022).

Agus Gumiwang mengatakan kementeriannya sudah membentuk Satuan Tugas Pengamanan Krisis Industri Tekstil, Kulit, dan Alas Kaki. Tim bertugas menginventarisasi industri tekstil yang terdampak krisis perekonomian global.

Baca juga:


Upaya dan solusi

Kondisi industri tekstil yang dalam bahaya mendapat perhatian dari DPR. Ketua Komisi bidang Industri DPR, Sugeng Suparwoto meminta pemerintah serius menyelamatkan klister industri tekstil dari dampak perlambatan ekonomi.

Sugeng mengatakan, pemerintah bisa mengarahkan agar industri tekstil menyasar pasar domestik. Sebab menurutnya, permintaan dalam negeri tengah mengalami peningkatan.

"Itu memang hukum ekonomi yang itu biasa saja ya, kalau permintaan turun mau gimana? Maka harus diselamatkan untuk menggenjot permintaan dalam negeri salah satunya. Dan sekarang lagi baik-baik, permintaan dalam negeri itu lagi bagus ya. Kalau memang berbasis ekspor, kita mau nyalahin siapa? Mau nyalahin pabrik bagaimana produknya juga tidak terserap," kata Sugeng kepada KBR, Selasa (8/11/2022).

Sugeng mendorong pengusaha memilih alternatif selain PHK untuk melakukan efisiensi. Sehingga tidak berdampak buruk bagi pekerja.

Insentif dan relaksasi pajak

Di lain pihak, ekonom dari CORE Indonesia Mohammad Faisal menyarankan pemerintah memberi insentif atau relaksasi pajak kepada industri tekstil supaya tidak terjadi badai PHK. Selain itu, pemerintah juga harus membujuk pelaku usaha agar tidak melakukan PHK massal.

"Apa yang bisa ditawarkan? Ya bantu biaya produksi mereka. Entah dari bahan baku, kemudahan dari impornya kah, ataupun dari sisi biaya energinya ada diskon, atau dari logistik yang mahal karena BBM itu juga ada kemudahan pajak ya, keringanan pajak dan lain-lain. Jadi bebannya lebih murah, lebih mudah, lebih rendah. Sehingga mereka tidak sampai harus mengambil opsi mengurangi karyawan," kata Faisal saat dihubungi KBR (08/11/22).

Selain itu, Mohammad Faisal juga menyarankan ada upaya penguatan pasar domestik dalam rangka mempertahankan operasi industri tekstil dalam negeri. Apalagi, sektor industri tekstil sudah mengalami tekanan bahkan sejak sebelum ada pandemi COVID-19. Besarnya biaya produksi dan kecilnya keuntungan, menjadi penyebab sektor ini loyo. Kondisi itu diperparah dengan makin terbatasnya pasar luar negeri dan susahnya bersaing dengan produk impor.

Baca juga:


Editor: Agus Luqman

  • PHK
  • tekstil
  • resesi
  • industri

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!