NASIONAL

PLN Ajukan PMN Rp10 Triliun untuk Listrik Daerah 3T

"Untuk di daerah terpencil 3T membutuhkan investasi yang sangat tinggi yaitu Rp 25-45 juta per pelanggan"

Shafira Aurel

PLN Ajukan PMN Rp10 Triliun untuk Listrik Daerah 3T
Pekerja melakukan pemeliharaan jaringan distribusi di Kecamatan Mandonga, Kendari, Sulawesi Tenggara, Minggu (20/11/2022). ANTARA FOTO/Jojon

KBR, Jakarta - Perusahaan Listrik Negara (PLN) mengajukan Penyertaan Modal Negara (PMN) Rp10 triliun di tahun 2023. Direktur Utama PT PLN Darmawan Prasodjo mengatakan, suntikan modal negara itu akan digunakan untuk pemerataan akses listrik ke daerah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T).

"Lebih dari 4.400 desa di daerah yang terluar, terdepan, tertinggal (3T) masih belum menikmati listrik dari PLN. Dan untuk itu kami mengakui bahwa askes ke daerah-daerah tersebut sulit terjangkau, terisolasi, berada di wilayah terpencil, bahkan ada yang di perbatasan antarnegara. Nah PMN digunakan untuk meningkatkan rasio desa berlistrik PLN. Untuk itu PMN adalah pengejawantahan dari semangat keadilan," ujar Darmawan saat rapat kerja di DPR, Senin (28/11/22).

Darmawan menyebut, anggaran untuk pembangunan listrik di daerah 3T cukup besar.

Baca juga:

"Kami mengakui bahwa untuk menyambung listrik di daerah yang normal itu sekitar Rp1-2 juta per pelanggan. Untuk di daerah terpencil 3T membutuhkan investasi yang sangat tinggi yaitu Rp 25-45 juta per pelanggan," ujarnya.

"Hal ini disebabkan pembangunan infrastruktur ketenagalistrikan yang masif dibanding dengan konsentrasi penduduk yang tinggal di wilayah-wilayah tersebut yang sangat tersebar," jelasnya.

Dia mengatakan, PMN sebesar Rp10 triliun akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan listrik dasar masyarakat. Dia mengklaim, upaya ini akan menciptakan multiplier effect.

Editor: Wahyu S.

  • PLN
  • listrik
  • daerah tertinggal
  • tarif listrik

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!