NASIONAL
Komnas Perempuan: Kekerasan Seksual Berbasis Elektronik Meningkat 108 Kali Lipat
"Komnas Perempuan mencatat angka kekerasan seksual berbasis elektronik meningkat drastis, 4 tahun terakhir."
KBR, Jakarta - Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) mencatat angka kekerasan seksual berbasis elektronik meningkat drastis, 4 tahun terakhir.
Menurut Ketua Komnas Perempuan, Andy Yentriyani, selama periode 2017-2021, kasus kekerasan seksual berbasis elektronik meningkat 108 kali lipat.
"Bayangkan, dari 16 laporan di 2017 menjadi 1721 laporan di Tahun 2021 itu. Itu yang terlapor langsung ke Komnas Perempuan," katanya saat Peluncuran Produk Belajar Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Siber di Mancanegara, Jumat (28/10/2022).
Nah, angka-angka ini jelas menunjukkan ruang siber kita belum menjadi ranah yang aman dan nyaman, imbuh Yentri.
Ia menambahkan, kepastian peraturan terkait kekerasan seksual berbasis elektronik menjadi hal yang mendesak, terutama pada Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS).
Berita terkait:
- IDAI Serukan Cegah Kekerasan Seksual pada Anak Sejak Dini
- Mangkrak di DPR 18 Tahun, Pemerintah Segera Sinkronisasi RUU Perlindungan PRT
Komnas Perempuan juga menilai, perempuan masih bisa dikriminalisasi di ruang siber.
"Seperti penggunaan Undang-Undang ITE (Informasi dan Transaksi Elektronik) dan Undang-Undang Pornografi," katanya.
Oleh karenanya, Komnas Perempuan menilai perlu terus mengembangkan ilmu pengetahuan terkait kekerasan seksual berbasis elektronik.
Saat ini Komnas Perempuan tengah mengumpulkan informasi secara komprehensif terkait bentuk kekerasan seksual berbasis elektronik berdasarkan pengalaman di berbagai negara.
Editor: Kurniati Syahdan
- kekerasan seksual berbasis elektronik
- komnas perempuan
- penanganan kekerasan siber
- TPKS
- UU TPKS
- UU ITE
- ruang siber
Komentar (0)
KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!