BERITA

Butuh Kepedulian DPR Demi Selamatkan Perlindungan Data Pribadi

"Minimnya aturan perlindungan data pribadi kian menambah kerentanan atas perlindungan data pribadi warga negara."

Aika Renata

Butuh Kepedulian DPR Demi Selamatkan Perlindungan Data Pribadi
Ilustrasi DPR RI (FOTO : ANTARA)

KBR, Jakarta - Masih ingat kebocoran data 87 juta pengguna Facebook yang disalahgunakan oleh Cambridge Analytica pada April 2018 lalu? Sebanyak 1,9 juta diantaranya adalah akun pengguna Facebook di Indonesia.

Penyalahgunaan data pribadi telah menjadi permasalahan besar dalam pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi di Indonesia. Sebut saja kasus penyalahgunaan data pribadi yang marak dalam bisnis teknologi keuangan melalui pemberian kredit tanpa agunan (KTA). Jika telat atau gagal bayar, beberapa perusahaan penyedia layanan akan menggunakan data pribadi tersebut untuk mengintimidasi debitur, untuk segera melakukan pembayaran.


Minimnya aturan perlindungan data pribadi kian menambah kerentanan atas perlindungan data pribadi warga negara.


Beruntung, Rancangan Undang-Undang (RUU) Perlindungan Data Pribadi akhirnya masuk jadi bagian dari prioritas Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2019. Tapi apa kemudian "Pekerjaan Rumah" pada anggota dewan terkait RUU tersebut?


Sejumlah lembaga swadaya yang tergabung dalam Koalisi Perlindungan Data Pribadi angkat suara. Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) yang tergabung dalam koalisi itu, menyoroti beberapa poin yang harus diperjelas dalam RUU Perlindungan Data Pribadi.

Menurut Deputi Direktur Riset ELSAM, Wahyudi Djafar RUU itu penting karena penyalahgunaan data pribadi telah menjadi permasalahan besar dalam pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi.

"Terpenting adalah ada kejelasan definisi apa itu data pribadi, mana yang masuk data sensitif yang tidak perlu dipublikasikan keluar seperti preferensi politik, preferensi seksual, agama, dst. Lalu apa kewajiban data controller baik pemerintah dan swasta yang mengumpulkan data konsumen punya tanggung jawab melindungi data pribadi tersebut. Lalu, jika terjadi pelanggaran, mekanisme pemulihannya seperti apa, kemana pengaduannya," jelas Wahyudi kepada KBR pada Senin (29/10/2018).


Selain itu, menurut Wahyudi penting pula ada pembentukan sebuah badan atau lembaga independen untuk mengawasi pelaksanaan UU tersebut nantinya.


Menurut catatan ELSAM paling tidak 32 undang-undang yang materinya menyinggung mengenai pengaturan data pribadi warga negara. Perlindungan data pribadi sejatinya juga merupakan bagian dari hak konstitusional warga negara, seperti ditegaskan oleh ketentuan Pasal 28G ayat (1) UUD 1945. Penegasan ini juga mengemuka pada sejumlah undang-undang lain, termasuk UU No. 39/1999 tentang Hak Asasi Manusia.

Sayangnya, banyaknya aturan tersebut justru memunculkan tumpang tindih satu sama lain, yang berakibat pada ketidakpastian hukum dalam perlindungan data pribadi.

"Memang nanti di DPR harus digelar semuanya mana UU yang punya dimensi data pribadi baik dalam konteks perlindungan maupun peluang untuk melakukan penggunaan data pribadi. Dan apakah sudah memenuhi prinsip universal dalam perlindungan data pribadi? Kalau belum ya harus tunduk pada aturan komprehensif yang disusun oleh UU ini. Diatur juga soal pengecualian, data-data itu boleh dibuka untuk alasan apa seperti penegakan hukum, keamanan nasional, lebih detail di UU Perlindungan Data Pribadi", lanjutnya.


Wahyudi juga berharap RUU tersebut sejalan dengan prinsip-prinsip perlindungan data pribadi.


"Kami harap DPR juga aware dengan tantangan aktual hari ini. Bagaimana dalam kontestasi politik elektoral sekalipun, isu big data menjadi sangat signifikan. Pengalaman kebocoran data menunjukkan data menjadi sangat penting dan mahal harganya, komoditas utama dalam berbagai ruang tidak hanya ekonomi tetapi politik," tutupnya. 

  • #DPR
  • #RUUPerlindunganDataPribadi
  • #DataPribadi
  • #KebocoranData
  • #ELSAM

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!