NASIONAL

Penunjukkan PJ Kepala Daerah Menuai Polemik Sejak Awal

""Ada kepala daerah yang TNI dan Polisi aktif tetap dilantik. Padahal sudah tegas-tegas di Undang-Undang 34 dan UU Nomor 2 dilarang," ujar Feri Amsari"

Astri Septiani

Pj kepala daerah
Ilustrasi. Pelantikan Hamdani sebagai penjabat Gubernur Sumatera Barat, Kamis (18/2/2021). (Foto: ANTARA)

KBR, Jakarta - Juni lalu, sejumlah LSM melaporkan Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian ke Ombudsman Republik Indonesia terkait kejanggalan penunjukan penjabat kepala daerah. LSM itu antara lain Kontras, lembaga pemantau korupsi ICW dan lembaga kajian pemilu Perludem.

Kepala Divisi Hukum Kontras Andi Muhammad Rezaldy mengatakan laporan itu didasarkan pada dugaan terjadi maladministrasi dalam proses penunjukan penjabat kepala daerah. Salah satunya terkait pengangkatan Brigjen TNI Andi Chandra sebagai Pj Bupati Seram Bagian Barat.

"Kami berharap kepada Ombudsman Republik Indonesia menerima laporan kami, melakukan pengkajian, dan berani menyatakan adanya maladministrasi. Sebab jika dibiarkan, kami khawatir akan menimbulkan efek domino yang akan membuka ruang bagi aparat keamanan lain untuk mendobrak masuk ke jabatan-jabatan sipil lainnya dengan berbagai alasan," kata Andi kepada KBR, Jumat (3/6/2022).

Andi Muhammad Rezaldy menilai pengangkatan anggota TNI aktif sebagai penjabat kepala daerah menerabas berbagai aturan. Mulai dari Undang-Undang TNI, Undang-Undang ASN, hingga putusan Mahkamah Konstitusi.

Sejumlah LSM itu mendesak Menteri Tito membuka nama-nama anggota tim seleksi penunjukan pj kepala daerah. Juga indikator-indikator penilaiannya.

Ombudsman RI memproses laporan itu. Sebulan kemudian, Ombudsman RI mengumumkan ada tiga bentuk maladministrasi dalam proses pengangkatan penjabat kepala daerah oleh pemerintah. 

Anggota Ombudsman RI Robert Na Endi Jaweng mengatakan, kesimpulan maladministrasi diambil setelah mereka memeriksa Kementerian Dalam Negeri, TNI, Polri, para ahli, serta berkonsultasi dengan Mahkamah Konstitusi. 

"Pertama adalah ada penundaan berlarut dalam memberikan tanggapan atas permohonan informasi dan keberatan pelapor. Karena memang hingga hari ini, belum adanya tanggapan secara memadai terhadap permintaan informasi dan surat keberatan dari tiga lembaga yang merupakan pelapor tadi. Kemudian bentuk maladministrasi kedua adalah ada penyimpangan prosedur dalam pengangkatan penjabat kepala daerah, contohnya tadi adalah pengangkatan yang berasal dari unsur TNI aktif. Kemudian ketiga adalah ada pengabaian kewajiban hukum terhadap putusan Mahkamah Konstitusi," kata Robert dalam konferensi pers, Rabu (19/7/2022).

Anggota Ombudsman RI Robert Na Endi Jaweng mendorong Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, menindaklanjuti tiga tindakan korektif dari Ombudsman. Yakni segera merespon permintaan informasi dari publik, memperbaiki mekanisme pengangkatan penjabat kepala daerah, serta menyiapkan Peraturan Pemerintah sesuai pertimbangan hukum dari Mahkamah Konstitusi.

Baca juga:

Beda Pendapat Soal TNI-Polri jadi PJ Kepala Daerah

Direktur Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Universitas Andalas Sumatera Barat, Feri Amsari menegaskan, TNI Polri aktif tidak boleh menempati jabatan sebagai penjabat kepala daerah karena bukan tugas konstitusionalnya. 

Dia mencontohkan, Pasal 30 Undang-Undang Dasar menegaskan tugas TNI-Polri bukan sebagai penjabat pemerintahan daerah, melainkan di bidang pertahanan dan keamanan.

"Ada kepala daerah yang TNI dan Polisi aktif tetap dilantik. Padahal sudah tegas-tegas di Undang-Undang 34 dan UU Nomor 2 dilarang. Kalau kita tarik pasal-pasal konstitusionalnya, pasal 30 UUD jelas mengatakan tugas TNI dan Kepolisian bukan untuk menjadi Penjabat pemerintahan daerah," ujar Feri dalam Webinar Bertajuk "Polemik Pembentukan DOB Papua", Rabu (25/5/2022).

Feri Amsari menambahkan keputusan Mahkamah Konstitusi turut mempertegas landasan UU yang ada. Pemerintah, kata Feri, semestinya menimbang penunjukan Pj kepala daerah berdasarkan putusan MK Nomor 67 tahun 2021.

Namun, argumen-argumen itu dibantah Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian. Ia mengklaim tidak ada aturan yang melarang anggota kepolisian maupun TNI aktif bertugas menjadi Penjabat kepala daerah. Tito menyampaikan itu dalam rapat dengan DPR, Rabu kemarin.

"MK tidak pernah mewajibkan untuk membuat peraturan tapi lebih meminta kepada pemerintah untuk mempertimbangkan dan khusus untuk masalah pj TNI maupun dari Polri sepanjang dari 10 rumpun jabatan tersebut. Untuk TNI dan untuk Polri sepanjang berhubungan dengan tugas pokoknya itu dapat aktif sepanjang dia juga menjabat dalam jabatan pimpinan tinggi madya atau pimpinan tinggi Pratama di jabatan ASN," ujar Tito, akhir Agustus 2022. 

Tito menjelaskan, 10 rumpun jabatan yang bisa diduduki TNI tanpa harus mengundurkan diri diantaranya di kementerian pertahanan negara, polhukam, BSSN, BNN, Lemhanas dan Hakim Militer di Mahkamah Agung.

Untuk anggota kepolisian, Tito Menjelaskan ada beberapa daerah yang memang memerlukan pemimpin daerah yang lebih tegas, seperti Poso, Maluku dan beberapa daerah lain dengan intensitas konflik tinggi.

Baca juga:

Dorongan Evaluasi PJ Kepala Daerah 

Di sisi lain, Transparency International Indonesia (TII) mendorong agar aturan penunjukan penjabat kepala daerah dievaluasi. 

Peneliti TII, Alvin Nicola beralasan, penunjukan penjabat kepala daerah selama ini tidak transparan dan partisipatif. Tidak ada ruang bagi masyarakat untuk ikut menelaah rekam jejak calon.

"Kita lihat misalnya kalau dalam konteks pemilihan di Papua Barat begitu kita lihat sejak awal kita tolak, secara koridor juga bertentangan. Tidak boleh ada satu atau seorang TNI aktif yang kemudian dipilih dalam konteks menjadi penjabat kepala daerah. Di sisi lain, isu partisipasi juga krusial di sini, tidak hanya publik, tetapi wakil kita di daerah, DPRD itu tak dilibatkan dalam prosesnya," ungkap Alvin dalam keterangan pers yang disiarkan YouTube Tranparency International Indonesia, Kamis, (9/6/2022).

Alvin Nicola menambahkan, penunjukan penjabat kepala daerah kali ini juga rawan konflik kepentingan. Sebab, sejumlah Penjabat kepala daerah yang ditunjuk masih rangkap jabatan struktural sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN) yang berpotensi besar melanggar asas profesionalisme. Selain itu, PJ sendiri memiliki tugas berat untuk memastikan momentum pemulihan ekonomi terus berlanjut.

Editor: Agus Luqman

  • penjabat kepala daerah
  • TNI
  • Polri
  • ombudsman

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!