BERITA

Suap PN Jakpus, Jaksa Sebut Sumber Uang dari Anak Perusahaan Lippo

""Please check with Pak Ervan, saya sudah bicara dengan dia and advised him selama mungkin saja tapi yang acceptable to them,""

Randyka Wijaya

Suap PN Jakpus, Jaksa Sebut Sumber Uang dari Anak Perusahaan Lippo
Eks Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Edy Nasution (kedua kanan) tiba untuk menjalani sidang pembacaan dakwaan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (7/9). (Foto: Antara)



KBR, Jakarta- Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan, salah satu sumber uang suap Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) berasal dari PT Paramount Enterprise International (PEI) selaku anak perusahaan Lippo Group. Suap sebesar Rp 1,5 miliar itu terkait sengketa lahan yang melibatkan PT Jakarta Baru Cosmopolitan (JBC) (anak usaha Lippo). Tim Jaksa KPK menyampaikan hal itu dalam sidang dakwaan Panitera PN Jakpus, Edy Nasution.

"Bahwa Lippo Group dengan Eddy Sindoro selaku Presiden Komisaris mempunyai atau membawahi beberapa anak perusahaan di antaranya PT Jakarta Baru Cosmopolitan dan PT Paramount Enterprise International dengan Ervan Adi Nugroho selaku Direktur," ujar Jaksa Titto Jaelani. 

Anggota Tim Jaksa KPK, Sri Kuncoro Hadi mengatakan suap diberikan atas persetujuan Presiden Komisaris Lippo Group, Eddy Sindoro. Lantas, Eddy memerintahkan staf legal PT Artha Pratama Anugerah (anak usaha Lippo) Wresti Kristian Hesti untuk menghubungi Presiden Direktur PT PEI, Ervan Adi Nugroho.

"Atas penyampaian tersebut Eddy Sindoro menyetujuinya untuk diambilkan uang pada PT PEI dan meminta Wresti Kristian Hesti untuk menghubungi Ervan Adi Nugroho guna menyiapkannya dengan menyampaikan pesan melalui BBM yang berisi,"Please check with Pak Ervan, saya sudah bicara dengan dia and advised him selama mungkin saja tapi yang acceptable to them," dan pada saat uang tersebut telah tersedia, Ervan Adi Nugroho menyampaikan," Bu titip untuk Edy, PN Pusat," dan dijawab Wresti Kristian Hesti "iya pak"," ujar Sri Kuncoro Hadi di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Rabu (07/09/2016).


Kemudian, Wresti meminta salah satu petinggi Lippo Group, Doddy Aryanto Supeno untuk mengambil uang kepada Ervan. Oktober 2015, Doddy bertemu Ervan di kantor PT Paramount dan menerima titipan Rp 1,5 M untuk Edy Nasution.


Suap diberikan terkait perubahan revisi surat jawaban PN Jakpus untuk menolak eksekusi sengketa lahan di Gading Raya Serpong, yang sudah dijadikan lapangan golf. Pihak yang bersengketa adalah PT Jakarta Baru Cosmopolitan (anak usaha Lippo) melawan ahli waris Tan Hok Tjioe. Sengketa tersebut telah diputus pengadilan dan dimenangkan oleh Tan.


Sebelumnya, Edy Nasution mengaku besaran uang ditentukan atas arahan Sekretaris Mahkamah Agung (MA), Nurhadi. Doddy menyerahkan uang itu dalam bentuk dollar Singapura kepada Edy Nasution di Hotel Acacia, Jakarta Pusat. Kata Edy Nasution, uang itu bakal digunakan untuk keperluan Turnamen Tenis Nasional di Bali.


Tak hanya itu, Edy juga didakwa menerima suap dari sejumlah perkara anak perusahaan Lippo Group di PN Jakpus. Di antaranya, penundaan aanmaning perkara niaga PT Metropolitan Tirta Perdana sebesar Rp 100 juta, pengajuan Peninjauan Kembali (PK) PT Across Asia Limited meski telah lewat batas waktu sebesar 50.000 USD dan Rp 50 juta.


Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masih menetapkan dua tersangka dalam kasus ini. Mereka adalah Panitera PN Jakpus Edy Nasution dan Doddy Aryanto Supeno. Keduanya sedang menjalani persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat. Hingga saat ini, KPK terus mengembangkan kasus dari hasil Operasi Tangkap Tangan (OTT) tersebut.


Editor: Rony Sitanggang

  • suap PN Jakpus
  • Anggota Tim Jaksa KPK
  • Sri Kuncoro Hadi
  • Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Edy Nasution
  • PT Jakarta Baru Cosmopolitan (JBC) (anak usaha Lippo)
  • PT Paramount Enterprise International (PEI)

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!