BERITA

Kemenag Segera Tinjau Aturan Pengeras Suara di Masjid

"Volume diminta sewajarnya, tidak berlebihan. "

Agus Lukman

Ilustrasi toa mesjid (Foto: bimasislam.kemenag.go.id)
Ilustrasi toa mesjid (Foto: bimasislam.kemenag.go.id)

KBR, Jakarta - Dirjen Bimbingan Masyarakat Islam di Kementerian Agama Prof Machasin mengatakan akan kembali mengkaji peraturan tentang penggunaan pengeras suara di tempat ibadah.

Machasin mengatakan sebelumnya aturan soal pengeras suara sudah pernah disinggung Wakil Presiden Boediono pada 2012 yang dilanjutkan dengan pernyataan Wakil Presiden Jusuf Kalla pada tahun lalu.


Machasin mengatakan peraturan tentang penggunaan pengeras suara sudah pernah dikeluarkan Dirjen Bimas Islam pada 1978.


"Namun barangkali banyak orang tidak tahu atau lupa tentang aturan penggunaan alat pengeras suara itu," kata Machasin kepada KBR, Senin (1/8/2016).


Pernyataan Machasin itu disampaikan terkait rusuh di Kota Tanjungbalai Provinsi Sumatera Utara. Kerusuhan itu dipicu protes seorang warga atas penggunaan pengeras suara yang dianggap berlebihan saat azan di masjid. Namun protes ini memicu kemarahan warga hingga terjadi perusakan terhadap belasan tempat ibadah seperti klenteng dan vihara.


"Mungkin memang penyebabnya soal protes azan, tapi mungkin juga ada faktor lain. Mungkin ada masalah lain soal ketimpangan sosial dan sebagainya. Mereka ini korban semua," kata Machasin.


Machasin berharap evaluasi soal aturan baru tentang penggunaan pengeras suara di tempat ibadah khususnya masjid atau mushala bisa dikeluarkan tahun ini atau sesegera mungkin.


"Kalau untuk pengumuman atau pemberitahuan (azan) itu bisa saja pengeras suara diarahkan ke luar masjid. Tapi kalau ibadah, zikir, pembacaan ayat suci Alquran dan sebagainya, itu sebaiknya cukup diarahkan ke dalam masjid saja. Dan sewajarnya sajalah, jangan berlebihan volumenya," kata Machasin. 

Baca juga: PP Muhammadiyah Dukung Pengaturan Toa di Mesjid  


Pada tahun 1978 Dirjen Bimas Islam, Kementerian Agama, telah mengeluarkan Instruksi Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Nomor Kep/D/101/1978 tentang Penggunaan Pengeras Suara di Masjid, Langgar, dan Mushalla. Dalam surat yang ditandatangani Kafrawi, Dirjen Bimas Islam saat itu, terdapat sejumlah aturan mengenai pengunaan pengeras suara di masjid, langgar, atau mushalla. Ini aturan-aturannya:
 
1. Perawatan penggunaan pengeras suara yang oleh orang-orang yang terampil dan bukan yang mencoba-coba atau masih belajar. Dengan demikian tidak ada suara bising, berdengung yang dapat menimbulkan antipati atau anggapan tidak teraturnya suatu masjid, langgar, atau musala

2. Mereka yang menggunakan pengeras suara (muazin, imam salat, pembaca Alquran, dan lain-lain) hendaknya memiliki suara yang fasih, merdu, enak tidak cempreng, sumbang, atau terlalu kecil. Hal ini untuk menghindarkan anggapan orang luar tentang tidak tertibnya suatu masjid dan bahkan jauh daripada menimbulkan rasa cinta dan simpati yang mendengar selain menjengkelkan.

3. Dipenuhinya syarat-syarat yang ditentukan, seperti tidak bolehnya terlalu meninggikan suara doa, dzikir, dan salat. Karena pelanggaran itu bukan menimbulkan simpati melainkan keheranan umat beragama sendiri tidak menaati ajaran agamanya

4. Dipenuhinya syarat-syarat di mana orang yang mendengarkan dalam keadaan siap untuk mendengarnya, bukan dalam keadaan tidur, istirahat, sedang beribadah atau dalam sedang upacara. Dalam keadaan demikian (kecuali azan) tidak akan menimbulkan kecintaan orang bahkan sebaliknya. Berbeda dengan di kampung-kampung yang kesibukan masyarakatnya masih terbatas, maka suara keagamaan dari dalam masjid, langgar, atau musala selain berarti seruan takwa juga dapat dianggap hiburan mengisi kesepian sekitarnya.

5. Dari tuntunan nabi, suara azan sebagai tanda masuknya salat memang harus ditinggikan. Dan karena itu penggunaan pengeras suara untuknya adalah tidak diperdebatkan. Yang perlu diperhatikan adalah agar suara muazin tidak sumbang dan sebaliknya enak, merdu, dan syahdu.

Instruksi tersebut juga mengatur tata cara pemasangan pengeras suara baik suara saat shalat lima waktu, shalat Jumat, juga saat takbir, tarhim, dan Ramadhan. 

  • toa masjid
  • kerusuhan Tanjung Balai
  • Tanjung Balai

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!