HEADLINE

Penjara Penuh Penyalahguna Narkoba, Ini Alasan DPR Minta Revisi UU Narkotika

Penjara Penuh Penyalahguna Narkoba, Ini Alasan DPR  Minta Revisi UU Narkotika

KBR, Jakarta- Anggota Komisi Hukum DPR RI Arsul Sani mengungkapkan, lebih dari separuh penghuni lembaga pemasyarakatan (Lapas) merupakan narapidana penyalahguna narkotika. Kata dia, inilah yang kemudian menjadi penyebab kelebihan kapasitas penghuni di dalam Lapas. 

Arsul menilai, selama ini terjadi kesalahan penerapan penegakan hukum bagi penyalahguna Narkoba, karena sebagian besar mereka justru diganjar hukuman kurungan penjara. Dia menyarankan merevisi Undang-Undang Narkotika.

"DPR dan Pemerintah itu perlu untuk merevisi Undang-Undang Narkotika. Revisinya supaya politik hukum kita itu firm bahwa prinsip untuk penyalahguna murni dari narkotika itu bukan dipenjara tapi seharusnya direhabilitasi. Itu dulu, ditegakkan dulu prinsip itu. Penegakan prinsip itu pasal-pasalnya harus direformulasikan lagi," kata Asrul saat ditemui di Auditorium Universitas Pancasila, Jakarta, Rabu (17/7/2019).

Kata dia, Undang-Undang Narkotika mustinya memandatkan orang yang ditangkap karena kasus narkotika  dianalisa dulu perannya, apakah sebagai pengedar atau penyalahguna. Jika sebagai penyalahguna murni, maka harus dilakukan penilaian juga terlebih dulu, sudah sejauh mana tingkat penyalahgunaannya, untuk kemudian dilakukan rehabilitasi.

Kata Arsul, pemberian rehabilitasi tersebut harus lebih dulu melalui proses pengadilan. 

"Saya termasuk yang berpendapat, meskipun nanti hukumannya tindakan rehabilitasi itu harus ada proses hukum dulu diketok. Kalau dia setelah direhabilitasi masih ulang dan ulang terus jadi penyalahguna, baru dikirim ke penjara. Tapi enggak langsung baru pertama, sudah dikirim ke penjara," pungkas politikus PPP itu.


Editor: Fadli Gaper

  • UU Narkotika
  • Narkoba
  • Arsul Sani

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!