BERITA

Jamaah Islamiyah Lebih Canggih dari ISIS?

""Mereka punya unit usaha, mereka bomnya juga lebih canggih, kemudian banyak doktor-doktor yang bergabung dalam organisasi mereka," "

Theresa Septiani, Adi Ahdiat

Jamaah Islamiyah Lebih Canggih dari ISIS?
Ilustrasi: Menurut IPAC, Neo-Jamaah Islamiyah berupaya memasukkan muatan jihad ke dalam demonstrasi damai. (Foto: Wikimedia Commons/Cahaya Maulidian)

KBR, Jakarta- Pekan lalu Densus 88 Antiteror menangkap terduga teroris berinisial PW di Bekasi, Jawa Barat. Juru Bicara Mabes Polri, Dedi Prasetyo menyebut PW sebagai pemimpin  Jamaah Islamiyah (JI) di Indonesia.

“Setelah JI dinyatakan dibubarkan, dia (PW) dibaiat sebagai amir  JI di Indonesia,” jelas  Dedi   seperti dikutip Antara, Senin (1/7/2019).

"Yang bersangkutan punya kompetensi merakit bom, kemampuan intelijen dan kemampuan militer lainnya, sehingga dia dibaiat sebagai pimpinan JI," tambahnya.

PW juga diketahui memiliki usaha perkebunan sawit di Sumatera dan Kalimantan untuk memperkuat ekonomi organisasi sekaligus mendukung upaya membangun negara khilafah di Indonesia.

Menurut kepolisian, keuntungan dari kebun sawit itu dipakai untuk biaya operasional sehari-hari, seperti menggaji anggota Rp10 juta-Rp15 juta per bulan, serta memberangkatkan orang-orang yang direkrut untuk menjalani pelatihan militer ke Suriah.


JI Lebih Canggih dari ISIS

Menurut pengamat terorisme, Al-Chaidar, organisasi JI yang dipimpin PW lebih canggih daripada Islamic State of Iraq and Syria (ISIS).

"Mereka punya unit usaha, mereka bomnya juga lebih canggih, kemudian banyak doktor-doktor yang bergabung dalam organisasi mereka, kecanggihannya kayak gitu," ujar Al-Chaidar kepada KBR, Selasa (2/7/2019).

Ia menilai unit-unit usaha yang dimiliki JI berstatus legal, hanya saja ideologi organisasi mereka yang menjadi masalah.

“Topangan ekonomi tersebut bisa berdampak secara luar biasa terhadap keamanan Indonesia, karena bisa dipakai untuk membiayai jihad dan operasi terorisme,” jelas Al-Chaidar.


Menyandingkan Jihad dengan Demonstrasi Damai

Penilaian serupa juga pernah disampaikan oleh Institute for Policy Analysis of Conflict (IPAC) dalam laporan riset berjudul The Re-Emergence of Jemaah Islamiyah (2017).

Menurut IPAC, JI sebenarnya sempat nyaris hancur saat 40 anggotanya di Poso, Sulawesi Tengah, diringkus polisi tahun 2007. Namun, anggota-anggota JI yang lolos berhasil berkumpul lagi, membangun ulang organisasinya dan melakukan perubahan taktik.

JI generasi baru, yang disebut IPAC sebagai “Neo-JI”, tidak lagi berfokus melakukan aksi-aksi kekerasan, melainkan berfokus pada kegiatan dakwah atau penyebaran ideologi.

Lewat dakwah, Neo-JI berusaha membangun basis massa serta mengumpulkan sumber daya untuk memproduksi atau membeli senjata. “Sebagai persiapan untuk konfrontasi akhir dengan musuh, atau untuk tawar-menawar kekuasaan,” jelas IPAC.

Neo-JI juga mengubah cara pandangnya terhadap demokrasi. Jika JI yang dulu menolak total sistem demokrasi, kini Neo-JI justru berupaya menyusup ke dalamnya. IPAC menyebut, Neo-JI telah menuangkan strategi ini dalam risalah mereka yang berjudul "Demonstrasi Damai dan Gerakan Jihad, Mungkinkah Bersanding?".

“Partisipasi dalam demonstrasi dianggap sama seperti ‘jihad lewat pena’ atau jihad lewat kata-kata,” jelas IPAC.

Menurut IPAC, organisasi ini juga memiliki target sangat terperinci untuk merekrut orang-orang berkeahlian khusus, mulai dari dokter, insinyur, teknisi nuklir, jurnalis, pengacara, ahli komunikasi sampai ahli pertanian.

“JI yang sekarang bisa melahirkan anggota yang lebih militan dan lebih profesional dalam organisasinya, bisa memberi pelatihan dan merekrut lebih baik dibanding semua kelompok ekstrem lain di Indonesia,” jelas IPAC.


Editor: Rony Sitanggang

  • terorisme
  • jamaah islamiyah
  • radikalisme
  • ISIS

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!