NASIONAL

Eks Pimpinan KPK Sebut PP Sedimentasi Pasir Laut Potensi Korupsinya Tinggi

""Potensi korupsi tinggi itu berawal dari conflict of interest (konflik kepentingan) antarinstansi dan pelaksananya. Sehingga itu menjadi paradoks satu sama lain.""

Ardhi Ridwansyah

pasir laut
Eks pimpinan KPK Saut Situmorang. (Foto: ANTARA/Wisnu Adhi)

KBR, Jakarta - Eks Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Saut Situmorang menilai Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut bisa berpotensi menjadi “lapak baru” praktik korupsi.

Menurut Saut, potensi itu bisa terjadi lantaran Kementerian Kelautan dan Perikanan menjadi regulator serta pengawas dan pemberi izin “pemanfaatan” hasil sedimentasi laut yang mencakup pasir laut. Hal itu tertera dalam Pasal 21 dan 22 PP Nomor 26 Tahun 2023.

Saut Situmorang juga menyoroti kerancuan PP itu yang mengacu pada Undang-Undang Kelautan, dan bukan mengacu Undang-Undang Pertambangan Mineral, dan Batubara. Menurut Saut terjadi tumpang tindih regulasi.

"Jadi itu tumpang tindih. Kalau ada administrasi yang unik atau administrasi yang menyimpang potensi korupsinya tinggi. Potensi korupsi tinggi itu berawal dari conflict of interest (konflik kepentingan) antarinstansi dan pelaksananya. Sehingga itu menjadi paradoks satu sama lain. Di bagian lain disebut pelestarian lingkungan, kenyataannya kan dia merusak,” kata Saut saat dihubungi KBR, Kamis (1/6/2023).

Saut juga menanggapi pernyataan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Arifin Tasrif yang mengatakan pasir laut yang kembali diizinkan diekspor adalah pasir hasil sedimentasi di laut.

Saut mempertanyakan bagaimana pemerintah mengetahui perbedaan pasir hasil sedimentasi atau tidak.

Menurutnya, aktivitas pengerukan pasir di laut tetap berpotensi merusak ekosistem terutama di daerah pesisir. Nelayan pun bakal kesulitan menangkap ikan akibat kerusakan yang terjadi di area tambang.

"Kalau Anda keruk pasir di laut itu cepat atau lambat berimplikasi membuat pergeseran. Beberapa bukti menunjukkan pergeseran itu, pengambilan itu berdampak pada kehidupan nelayan,” ucap Saut.

Baca juga:


Desakan pencabutan

Sebelumnya, lembaga Ekologi Maritim Indonesia (Ekomarin) mendesak pemerintah untuk mencabut PP Nomor 26 Tahun 2023 dengan disertai sejumlah alasan.

Salah satunya PP tersebut dinilai menjadi celah korupsi. Lebih lanjut, hal itu tertera dalam poin enam dari rilis yang dikeluarkan Ekomarin. Lembaga Ekomarin menyebut celah korupsi baru muncul dengan adanya kerancuan PP Nomor 26 tahun 2023 yang berada dibawah rezim Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014 tentang Kelautan, tidak dalam rezim Undang-Undang Pertambangan Mineral Batubara. Hal ini, menurut lembaga Ekomarin, memberikan “lapak baru” bagi Menteri Kelautan dan Perikanan.

Inti pokok dari PP Nomor 26 Tahun 2023 adalah mengatur “pemanfaatan” Hasil

Sedimentasi di Laut dengan adanya Izin Pemanfaatan Pasir Laut dengan kewenangan Menteri KelautanPerikanan.

Lembaga Ekomarin juga menyebut ada kerancuan kewenangan Kementerian Kelautan dan Perikanan, yaitu sebagai regulator yang juga sebagai pemberi izin dan pengawas.

Baca juga:


Editor: Agus Luqman

  • pasir laut
  • sedimentasi
  • KKP
  • tambang pasir laut

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!