BERITA
Ini Usul DPR Tentang Lembaga Pangan Nasional
"Saat pengumuman Kabinet Kerja, lembaga ini tidak masuk dalam nomenklatur kabinet. "
Sindu Dharmawan
KBR, Jakarta - Komisi Pertanian DPR memastikan Lembaga Pangan Nasional
usulan DPR akan berbentuk badan atau lembaga pemerintah
nonkementerian. Sebab, saat pengumuman Kabinet Kerja, lembaga ini tidak
masuk dalam nomenklatur kabinet. Wakil Ketua Komisi Pertanian Herman
Khaeron mengatakan, tugas lembaga ini menjalankan substansi
Undang Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan.
"Artinya Lembaga Pangan Nasional akan menjadi regulator dan operator ini adalah pelaksana tugas dari regulator. Karena tidak boleh dalam platform baru reformasi birokrasi tidak boleh digabungkan antara operator dan regulator," kata Herman kepada KBR, Selasa (2/6/2015).
Melalui lembaga pangan
nasional, Herman berharap, kelangkaan dan fluktuasi harga sembilan
bahan pokok bisa dicegah. Sedangkan Bulog, akan menjadi
operator lapangan yang bertugas mengamankan stok dan menstabilkan harga
di tingkat konsumen.
"Perlu dicatat oleh kita semua, peran Bulog yang saat ini
memang diperankan khusus kepada beras dan stok nasional dibentuk dalam
bentuk raskin. Jadi, ini perlu dipahami juga bahwa raskin bukan semata
beras untuk rakyat miskin, tapi wujud dari pelaksanaan ketahanan pangan
nasional," tambahnya.
Sebelumnya, DPR meminta pemerintah mempercepat regulasi dan
pembentukan Lembaga Pangan Nasional. Lembaga pangan tersebut penting
untuk menjamin kedaulatan dan harga pangan di tengah mengecilnya peran
pemerintah dalam tata niaga pangan strategis.
Peraturan Presiden soal
Lembaga Pangan Nasional ini telah disusun Kementerian Pertanian, yang
merupakan turunan UU Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan. Saat ini
Perpres itu tinggal menunggu untuk ditandatangani Presiden Joko Widodo.
Editor: Damar Fery Ardiyan
- Lembaga pangan
- Bulog
- Komisi Pertanian DPR
Komentar
KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!