KBR, Jakarta - Komisi Nasional Pengendalian Tembakau mendorong agar Revisi Undang-Undang (RUU) Kesehatan Omnibus Law menjadi momentum untuk memperkuat regulasi yang melindungi anak dari bahaya rokok. Manager Program Komnas Pengendalian Tembakau, Nina Samidi mengatakan, jumlah perokok anak dan pemula mengalami tren peningkatan, baik perokok aktif maupun pasif. Oleh karena itu, ia menegaskan pentingnya upaya komprehensif untuk menekan jumlah perokok anak dan pemula.
"Bahkan sebenarnya, perokok pemula naik drastis selama 10 tahun terakhir, ketika kita sudah melihat data yang per dekade itu naiknya 240 persen, dan data memperlihatkan data perokok pemula ini semakin muda, dari antara usia 14-15 tahun sekarang usia 10 tahun sudah mulai mencoba rokok," kata Nina kepada KBR, Selasa (30/5/2023).
Baca juga:
- Perokok Anak Naik, KPAI Dorong Pemerintah Larang Iklan Rokok
- IPS Rokok di Kota Besar Berdampak Pada Anak-Anak
Nina Samidi menyebut, berdasarkan data Global Adult Tobacco Survey (GATS) itu, meningkatnya prevalensi perokok anak dan pemula lantaran mudahnya anak dalam mengakses rokok karena tidak ada pembatasan usia maupun jumlah pembelian.
"Bagaimana mereka terdorong? Ada dua hal. Terdorong oleh lingkungan yang wajar melakukan merokok. Kemudian adanya iklan promosi rokok. Ini tidak berubah setiap tahun," kata Nina.
Nina mengingatkan pemerintah bakal kehilangan kualitas bonus demografi jika pemerintah tidak melakukan upaya serius untuk mencegah anak terperangkap zat adiktif itu.
Baca juga:
"Ya sesuai dengan proyeksi Bappenas ya, kalau ini Undang-undang ini keadaannya situasinya tetap seperti sekarang, regulasinya tidak ada yang berubah, maka kita akan menerima kemungkinan prevalensi perokok anak naik sampai 16 persen di tahun 2030. Dan itu adalah sebuah kegagalan karena bonus demografi kita yang kita idam-idamkan akhirnya tidak sesuai dengan kualitas yang kita inginkan," ujar Nina.
Editor: Muthia Kusuma Wardani