NASIONAL

RKUHP Harus Dibahas Terbuka dan Hati-Hati

"DPR didorong agar hati-hati dan berkomitmen untuk melakukan pembahasan terhadap materi RKUHP secara substansial. "

Heru Haetami

RKUHP
Ilustrasi. Aksi mahasiswa menolak RKUHP, di Gedung DPR, Selasa (17/9/2019). (Foto: ANTARA/Abdu Faisal)

KBR, Jakarta - Pemerintah dan DPR mulai melanjutkan pembahasan Revisi Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP).

Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Edward Omar Sharif Hiariej ada 14 isu krusial yang bakal dibahas dalam RKUHP.

Eddy mengatakan sejumlah pasal di RKUHP menjadi kontroversi. Pemerintah akhirnya menghapus beberapa pasal dan mereformulasi sebagian tanpa menghilangkan substansi.

"Terhadap isu-isu yang kontroversi ini ada beberapa hal. Pertama, ada yang memang kami hapus. Mengapa kami hapus, ini kami menyesuaikan dengan putusan MK lalu kemudian ada yang tetap tetapi ada yang juga kita melakukan reformulasi tapi tidak menghilangkan substansi. Kita melakukan penghalusan terhadap bahasa yang ada" kata Eddy dalam RDP Komisi III DPR, Rabu (25/5/2022).

Eddy OS Hiariej menjelaskan 14 hal krusial itu yakni hukum pidana adat, pidana mati, penyerangan harkat dan martabat presiden dan wakil presiden, tindak pidana kepemilikan kekuatan gaib serta pidana unggas dan ternak yang merusak kebun yang ditaburi benih.

Isu yang menjadi kontroversi juga terkait tindak pidana contempt of court, penodaan agama, penganiayaan hewan, alat pencegahan kehamilan dan pengguguran kandungan, terkait penggelandangan, terkait aborsi, perzinaan, kohabitasi dan pemerkosaan.

Eddy mengklaim hal-hal kontroversi itu sudah disosialisasikan dan mendapat masukan dari publik. RUU ini direncanakan dapat disahkan pada masa sidang kelima DPR tahun 2022 ini.

"Tentunya dari hasil sosialisasi ini pemerintah melakukan penyempurnaan dengan melakukan reformulasi dan memberikan penjelasan terhadap pasal pasal kontroversi berdasarkan masukan dari berbagai unsur masyarakat serta kementerian dan lembaga terkait,” katanya.

Baca juga:

Perlu Penyempurnaan

Menanggapi itu, anggota komisi bidang Hukum Fraksi Nasdem DPR Taufik Basari menyebut masih perlu penyempurnaan draf RKUHP.

Taufik mengusulkan pembahasan dilanjutkan dengan mendengarkan masukan dari masing-masing fraksi di DPR.

Meskipun kata dia, pada pembahasan terakhir di DPR RKUHP telah disepakati untuk disahkan di paripurna.

"Dengan telah dikerjakan menjadi hanya isu krusial ini tentu apa yang disampaikan oleh pihak pemerintah akan ada baiknya juga ada tanggapan dari fraksi-fraksi. Terhadap apa yang disampaikan jadi tidak melebar kemana-mana kita memberikan pandangan dan masukan terhadap isu krusial yang disampaikan oleh pemerintah. Dasarnya tentu kita semuanya ingin menghasilkan satu undang undang yang komprehensif yang kalau kita berasal dari isu kontroversial yang disampaikan pemerintah ini kan dalam rangka untuk kebaikan menyempurnakan memperbaiki apabila arahnya adalah untuk menyempurnakan untuk satu hal yang masih kurang kurang kemudian kita sempurnakan tentu akan lebih baik lagi,” kata Taufik dalam rapat DPR, (25/5/2022).

Sependapat, anggota komisi hukum Fraksi PPP Arsul Sani menilai penerimaan masukan berbagai pihak mesti diperluas. 

Arsul ingin jajaran para penegak hukum dilibatkan agar setelah RKUHP disahkan dapat diimplementasikan dengan benar.

“Jadi nanti tidak ada cerita jajaran penegak hukum, kepolisian, kejaksaan, atau KPK kemudian bingung dengan satu bunyi pasal yang ada di RKUHP ini. Baik di buku pertama maupun buku kedua tentang tindak pidana," kata Arsul dalam kesempatan yang sama.

Baca juga:

Tidak terbuka

Pada September 2019, RKUHP ditunda pengesahannya setelah Presiden Joko Widodo menyatakan kepada DPR untuk menarik draft RKUHP dan menunda pengesahannya. 

Saat itu Jokowi mengatakan terdapat catatan substansial yang memerlukan pendalaman materi dari sisi pemerintah.

Sejak saat itu pula, menurut Aliansi Nasional Reformasi KUHP, belum ada pembahasan terbuka antara Pemerintah dan DPR.

Direktur Eksekutif lembaga pemantau hukum ICJR, Erasmus Napitupulu menyatakan hingga kini belum ada draf terbaru RKUHP yang diberikan kepada publik, walaupun dalam berbagai kesempatan pemerintah menyatakan melakukan perubahan pada beberapa substansi RKUHP.

“Presiden Jokowi pada 2019 sudah menyatakan bahwa beliau ingin pembahasannya dibuka kembali. Beberapa anggota DPR dan bapak ibu rekan kami di Komisi III DPR mengatakan juga bahwa perlu ada pembahasan lanjutan untuk memastikan masukan-masukan masyarakat, masukan masyarakat pada umumnya dan ahli serta expert terkait isu hukum pidana itu kemudian diakomodir. Atau setidaknya dibahas kembali dalam rencana rencana pengesahan rancangan KUHAP,” kata Erasmus dalam diskusi daring, Selasa (24/5/2022).

Erasmus menambahkan, Aliansi Nasional Reformasi KUHP mendorong DPR agar hati-hati dan berkomitmen untuk melakukan pembahasan terhadap materi RKUHP secara substansial. 

Pembahasan tidak hanya terbatas pada 14 poin permasalahan berdasar pernyataan pemerintah, namun pembahasan harus membuka peluang anggota DPR menyampaikan poin-poin permasalahan lainnya.

Pembahasan RKUHP juga perlu memperhatikan dinamika legislasi yang ada, termasuk melakukan sinkronisasi terhadap UU yang baru disahkan seperti UU TPKS.

Editor: Agus Luqman

  • RKUHP
  • Pidana Perzinaan
  • Pasal Krusial
  • Kontroversi

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!