KBR, Jakarta - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menjelaskan, cuaca dan suhu panas terik yang dirasakan masyarakat di sejumlah wilayah di Indonesia bukan fenomena gelombang panas atau "heatwave".
Menurut BMKG, fenomena ini terjadi karena posisi semu matahari saat ini sudah berada di wilayah utara ekuator, yang mengindikasikan bahwa sebagian wilayah Indonesia akan mulai memasuki musim kemarau.
"Dimana tingkat pertumbuhan awan dan fenomena hujannya akan sangat berkurang, sehingga cuaca cerah pada pagi menjelang siang hari akan cukup mendominasi," tulis BMKG dikutip dari laman Instagram @infoBMKG, Senin (9/5/2022).
BMKG menjelaskan, dominasi cuaca yang cerah dan tingkat perawanan yang rendah tersebut dapat mengoptimalkan penerimaan sinar matahari di permukaan bumi, sehingga menyebabkan kondisi suhu yang dirasakan oleh masyarakat menjadi cukup terik pada siang hari.
Meski begitu, BMKG tetap memperingatkan masyarakat agar tetap mewaspadai suhu panas atau terik pada siang hari ini, sebab fenomena ini diperkirakan masih kan terjadi hingga pertengahan Mei.
Menurut WMO (World Meteorological Organization), Gelombang Panas atau dikenal dengan "Heatwave" merupakan fenomena kondisi udara panas yang berkepanjangan selama 5 hari atau lebih secara berturut-turut dimana suhu maksimum harian lebih tinggi dari suhu maksimum rata-rata hingga 5°C atau lebih.
Baca juga:
- BMKG: La Nina Bertahan Hingga Pertengahan 2022, Puncak Musim Kemarau Agustus
- BMKG: Ancaman Cuaca Ekstrem Terjadi Hingga Tahun Depan
Fenomena gelombang panas ini biasanya terjadi di wilayah lintang menengah-tinggi seperti wilayah Eropa dan Amerika yang dipicu oleh kondisi dinamika atmosfer di lintang menengah.
Sedangkan yang terjadi di wilayah Indonesia adalah fenomena kondisi suhu panas atau terik dalam skala variabilitas harian.
Editor: Fadli Gaper