NASIONAL

Perekrutan Caleg Perempuan oleh Parpol Masih Buruk

"Pusat Kajian Politik Universitas Indonesia (Puskapol UI) menilai sistem perekrutan caleg perempuan oleh partai politik masih buruk, sehingga kebanyakan caleg perempuan yang melenggang ke Senayan berasal dari keluarga elit politik."

Wiwik Ermawati

Perekrutan Caleg Perempuan oleh Parpol Masih Buruk
caleg, pemilu, parpol

KBR, Jakarta - Pusat Kajian Politik Universitas Indonesia (Puskapol UI) menilai sistem perekrutan caleg perempuan oleh partai politik masih buruk, sehingga kebanyakan caleg perempuan yang melenggang ke Senayan berasal dari keluarga elit politik. 


Peneliti Pusat Kajian Politik Universitas Indonesia (Puskapol UI) Dirga Ardiyansyah mengatakan banyak kalangan perempuan atau aktivis perempuan yang memiliki kerja nyata di lapangan, tapi tak dipungut menjadi caleg. Pihaknya mengimbau semua parpol dapat memperbaiki sistem perekrutan dengan memilih anggota partai yang tidak memiliki hubungan keluarga dengan elite politik atau petinggi partai.


"Dalam lima tahun ini partai praktis tidak melakukan apa-apa dalam proses. Sebenarnya banyak sekali caleg atau perempuan-perempuan potensial yang punya basis di akar rumput dan punya kerja konkrit dibanding dengan hanya hubungan kekerabatan dengan elite atau akses ekonomi. Ini yang mennyebabkan dan harusnya partai lebih memberikan aktivis-aktivis perempuan yang memang memiliki basis nyata," kata Dirga dalam Program Sarapan Pagi KBR. 


Sebelumnya, Pusat Kajian Politik Universitas Indonesia mencatat 39 persen dari 79 calon legislatif perempuan yang melenggang ke Senayan berasal dari keluarga elit politik. Peneliti Puskapol UI, Anna Margret mengatakan, sebagaian besar caleg perempuan memiliki hubungan kakak beradik atau anak dari pejabat publik. Situasi ini akan bermuara pada kekuasaan elit politik dalam parlemen.


Editor: Antonius Eko 


  • caleg
  • pemilu
  • parpol

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!