BERITA

JALA PRT: 80 % Kasus Kekerasan PRT Mandeg di Kepolisian

"Jaringan Nasional Advokasi Pekerja Rumah Tangga (Jala PRT) mencatat, ada 121 kasus kekerasan yang menimpa pekerja rumah tangga dalam kurun empat bulan belakangan."

Yudi Rachman

JALA PRT: 80 % Kasus Kekerasan PRT Mandeg di Kepolisian
Jala PRT. Foto: KBR

KBR, Jakarta - Jaringan Nasional Advokasi Pekerja Rumah Tangga (Jala PRT) mencatat, ada 121 kasus kekerasan yang menimpa pekerja rumah tangga dalam kurun empat bulan belakangan. Catatan ini dimulai sejak Januari hingga April 2016.

Menurut Koordinator Nasional Jala PRT,Lita Anggraini, kasus kekerasan itu meliputi upah yang tak dibayar, penyiksaan, penganiayaan, penyekapan hingga pelecehan. "Jadi waktu tahun 2015 itu ada 402 kasus kekerasan terhadap PRT, itu yang terdata di kami karena kami melakukan pendampingan. Kemudian, tahun 2016 ini di awal tahun, karena pendampingan kami lebih luas sehingga lebih banyak data-data kasus kekerasan yang masuk, ada 121 kasus. Sebagian adalah besar kasus multiple jenis kekerasannya, baik kekerasan ekonomi, fisik dan psikis,"  jelas Lita di Kantor LBH Jakarta, Rabu (06/04/2016).


Lita mencatat, pelaku kekerasan pun beragam, mulai dari agen penyalur hingga majikan. Dia mengeluhkan, kasus kekerasan terhadap PRT kerapkali dianggap hal lumrah aparat penegak hukum. Ia menduga, karena itu pula akhirnya banyak kasus kekerasan yang berujung pada upaya "damai". Alhasil, pelaku pun tak sampai menghadi jeratan di meja hijau.


"Dari data 2015, 80% kasus berhenti di tingkat kepolisian. Kita lihat saja, kasus penganiayaan PRT di Jakarta Utara, yang disetrika, kasusnya berakhir damai dengan alasan ada pencabutan laporan dari orang tua. Padahal yang mengadukan kekerasan itu adalah masyarakat. Polisi sering masuk angin dalam menuntaskan persoalan kekerasan PRT," katanya.

Editor: Nurika Manan

  • Kekerasan PRT
  • JALA PRT
  • PRT
  • Lita Anggraini

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!