NASIONAL

Harga Pertamax Naik, Ini Harga Rasional versi Pakar

""Salah satu indikator yang bisa digunakan untuk menentukan berapa, itu ya harga pertamax yang dijual oleh SPBU asing. Yang mereka selalu melakukan perubahan setiap terjadi kenaikan harga minyak dunia"

Muthia Kusuma

Harga Pertamax Naik, Ini Harga Rasional versi Pakar
Petugas mengisi BBM jenis Pertalite ke sepeda motor di salah satu SPBU di Jakarta, Rabu (30/3/22). (Foto: Antara/Aprillio Akbar)

KBR, Jakarta - Pakar ekonomi energi mendukung kebijakan pemerintah yang akan menaikkan harga BBM jenis pertamax sesuai nilai keekonomiannya per 1 April, besok.

Pakar Ekonomi Energi dari Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, Fahmi Radhi beralasan, mayoritas pengguna pertamax merupakan masyarakat kalangan menengah ke atas. Terlebih, kata dia, harga minyak dunia tengah meroket akibat kelangkaan stok.

"Salah satu indikator yang bisa digunakan untuk menentukan berapa, itu ya harga pertamax yang dijual oleh SPBU asing. Yang mereka selalu melakukan perubahan setiap terjadi kenaikan harga minyak dunia tadi. Nah itu kan bervariasi ya. Maka yang tepat menurut saya itu sekitar Rp14 ribu hingga Rp16 ribu," ucap Fahmi kepada KBR, Kamis (31/3/2022).

Fahmi Radhi menjelaskan, pemerintah perlu mengantisipasi dampak kenaikan pertamax itu. Misalnya, potensi migrasi konsumsi masyarakat dari pertamax ke pertalite yang bisa berdampak pada kelangkaan pertalite. Namun, ia meyakini tak banyak pengguna pertamax yang bakal bermigrasi ke pertalite.

"Cuma menurut saya migrasi tadi tidak akan terjadi besar-besaran ya. Karena konsumen pertamax itu menengah ke atas yang menggunakan mobil yang bagus ya. Memang terjadi disparitas, tapi saya tidak khawatir terjadinya migrasi, kalaupun terjadi itu jumlahnya kecil," jelas dia.

Fahmi juga berpandangan kenaikan harga pertamax itu tak akan berpengaruh signifikan terhadap inflasi. Pasalnya, pengguna pertamax hanya sekira 12 persen dari total pengguna BBM.

"Pertamax juga tidak digunakan oleh industri maupun jasa distribusi logistik sehingga efek domino terhadap daya beli masyarakat tak begitu besar," ungkapnya.

Baca juga: Kapan Harga Kedelai Turun? Ini Prediksi Kemendag

Fahmi melanjutkan, efek kenaikan harga pertamax, bakal berbeda dengan pertalite, karena konsumen pertalite ada sebanyak lebih dari 80 persen. Terlebih, lanjut dia, pertalite atau RON 90 telah ditetapkan sebagai Jenis Bahan Bakar Khusus Penugasan (JBKP) menggantikan premium.

Selain itu, Fahmi menambahkan, skema menaikan harga pertamax tak bisa digantikan dengan upaya pemerintah membayar utang berupa kompensasi menjalankan subsidi BBM senilai Rp100 triliun.

"Nah yang Rp100 triliun itu kan rentang sebelumnya selama empat tahun yang belum dibayar pemerintah. Sementara kenaikan harga minyak terjadi sekarang. Artinya itu tidak bisa mengkompensasikan. Kalau semisal itu dibayarkan, membantu cash flow iya, tapi perhitungannya berbeda," ucapnya.

Selain itu, Pertamina dinilai tak mungkin menagih Rp100 triliun kepada pemerintah dengan kondisi APBN yang juga terbebani program pemerintah saat ini.

"Misalnya, program prioritas, pembangunan Ibu Kota Negara Nusantara di Kalimantan Timur," tambah Fahmi Radhi.

Editor: Kurniati Syahdan

  • Pertamax naik
  • Pertamina
  • UGM Yogyakarta
  • Pakar Ekonomi Energi
  • Harga Pertamax
  • pertalite

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!