NASIONAL

AMAN: 20 Ribu Masyarakat Adat Akan Jadi Korban Proyek Ibu Kota Negara

"20 ribu masyarakat adat itu terbagi dalam 21 kelompok/komunitas adat, yakni 19 kelompok di Penajam Paser Utara, dan dua lagi di Kutai Kartanegara."

Astri Yuanasari

Korban Proyek Ibu Kota Negara
Direktur Advokasi Kebijakan, Hukum dan HAM Pengurus Besar AMAN, Muhammad Arman. (Foto: Dok. AMAN)

KBR, Jakarta - Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) memperkirakan, sedikitnya 20 ribu masyarakat adat akan jadi korban proyek Ibu Kota Negara (IKN) di Kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur.

Direktur Advokasi Kebijakan, Hukum dan HAM Pengurus Besar AMAN, Muhammad Arman menyebut, 20 ribu masyarakat adat itu terbagi dalam 21 kelompok/komunitas adat, yakni 19 kelompok di Penajam Paser Utara, dan dua lagi di Kutai Kartanegara.

Arman menilai, pertemuan presiden Joko Widodo dengan sejumlah tokoh adat di Kalimantan Timur pada Senin (14/3/2022), tidak merefleksikan perlindungan terhadap eksistensi masyarakat adat.

Berikut, wawancara KBR dengan Direktur Advokasi Kebijakan, Hukum dan HAM Pengurus Besar AMAN, Muhammad Arman. Petikannya:

Kemarin (14/3/2022) ada dialog Presiden Joko Widodo bersama sejumlah tokoh masyarakat adat. Dialog itu diklaim sebagai pelibatan dan bentuk kolaborasi dengan masyarakat adat untuk pembangunan IKN. AMAN sendiri dilibatkan?

Yang pertemuan Presiden Jokowi dengan masyarakat adat kemarin itu tidak ada keterlibatan AMAN. Jadi saya mau menegaskan satu hal, bahwa kalau mau melibatkan partisipasi penuh dan efektif dari masyarakat adat di dalam konteks pembangunan itu, mustinya sejak awal atau sebelum adanya rencana pembangunan itu.

Yang kedua adalah, kalau argumentasi pemerintah hari ini menyatakan bahwa akan ada perlindungan hukum bagi masyarakat di sana terkait dengan hak-hak konstitusionalnya, itu menurut saya justru seharusnya sedari awal pertama sebelum pemindahan IKN dilakukan.

Mustinya ada audit lapangan terhadap siapa yang menguasai wilayah-wilayah di sana. Kan di sana jelas kategorisasinya, ada wilayah yang dikuasai oleh masyarakat adat secara turun-temurun, ada yang dalam penguasaan perusahaan melalui konsesi baik itu perkebunan skala besar, sawit, tambang dan lain-lain. Nah mestinya itu dilakukan dari awal, diaudit terlebih dahulu sehingga kita bisa memastikan bahwa lokasinya memang clear and clean.

Karena sejak dari awal ada audit di lapangan yang dilakukan, jadi kalau pernyataan pemerintah selama ini bahwa lokasi tersebut clean and clear, itu tidak ada tanah yang tidak bertuan, itu menjadi cacat berpikir dari awal karena tidak ada audit di lapangan itu.

Nah soal pertemuan dengan komunitas adat yang kemarin itu yang dengan presiden menurut saya jadi tidak bermakna, karena kita hanya baru bisa mengukurnya dengan pasti dan konsisten kalau kemudian itu terefleksikan dalam undang-undang IKN. Dalam undang-undang IKN itu hanya menunjukkan satu soal masyarakat adat itu, di Pasal 21, selebihnya tidak ada. Jadi apa yang mau diambil dari situ, soal janji itu.

Jadi menurut saya pasal di dalam undang-undang IKN itu yang mengatur soal perlindungan adalah pasal hiasan, yang hanya sebagai, kalau kita berada dalam satu ruangan yang seperti bunga yang imitasi, bunga plastik yang hanya hiasan saja tapi tidak memiliki nyawa sama sekali.

Apakah yang bertemu dengan Presiden Jokowi kemarin itu merepresentasikan masyarakat adat secara keseluruhan, atau bagaimana menurut AMAN?

Ya mustinya kan Presiden Jokowi kalau mau serius ya kunjungilah orang-orang di suku Penajam Paser Utara. Datangilah mereka yang ada di kampung-kampung, jangan kemudian bertemu secara seremonial begitu. Itu menjadi tidak memiliki makna sama sekali menurut saya.

Lalu apalagi yang mau dibicarakan, toh IKN-nya sudah pindah, undang-undangnya sudah jadi. Dan secara hukum itu banyak sekali yang bersoal, dan itu miskin soal perlindungan atas masyarakat adat.

Jadi kalau kita masih percaya kita Negara Hukum artinya tunduk pada konstitusi dan peraturan perundangan secara tekstual eksplisit mengatur tentang mekanisme perlindungan hak masyarakat adat, enggak ada itu di dalam undang-undang IKN.

Menurut saya, tidak ada yang bisa menjadikan jaminan bahwa kelahiran IKN bisa memproteksi perlindungan terhadap masyarakat adat.

Baca juga:

- YLBHI: Proyek Ibu Kota Negara Minim Partisipasi Masyarakat Adat

- IKN Nusantara, Tokoh Adat Minta Jokowi Libatkan Warga

Apa yang akan dilakukan AMAN untuk menyuarakan aspirasi dari 21 komunitas adat yang disebut akan terdampak proyek IKN?

Pilihannya adalah kita akan melakukan upaya-upaya hukum yang bertahap. Jadi misalnya sekarang kita sedang mempertimbangkan untuk melakukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi terkait dengan Undang-Undang nomor 3 tahun 2022 tentang IKN itu, jadi itu yang akan kita lakukan.

Jadi kalau ditanya bagaimana cara membantu, itu menurut saya AMAN itu bukan untuk Negara, justru negara yang semestinya membantu warga negaranya, memberikan perlindungan hukum terhadap hak-hak masyarakat di sana. Dan itu menurut saya, saya boleh bilang bahwa proses sosialisasi kepada masyarakat itu menjadi tidak bermakna. Dan menurut saya apa sih yang bisa diharapkan dari pertemuan-pertemuan sekarang ini? Itu kan hanya proses untuk menegosiasikan bahwa okelah terima sajalah (IKN) ini kan sudah ada undang-undangnya.

Editor: Fadli Gaper

  • AMAN
  • wawancara
  • Muhammad Arman
  • IKN
  • Masyarakat Adat

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!