KBR, Jakarta - Presiden Joko Widodo mengakui banyak petani yang mengeluhkan sulitnya mendapatkan pupuk untuk produksi pertanian. Jokowi menyebut, kebutuhan pupuk di Indonesia saat ini mencapai 13,5 juta ton. Namun, baru terpenuhi sekitar 3,5 juta ton.
"Itu saya rasakan akhir-akhir ini setiap saya ke desa, setiap saya masuk ke sawah. Ketemu petani selalu yang disampaikan adalah pak pupuk nggak ada, pak pupuk harga tinggi. Kalau nggak ada, kalau supply-nya turun, harga pasti naik otomatis. Apalagi yang bersubsidi," kata Jokowi saat meresmikan Pabrik NPK PT Pupuk Iskandar Muda, Kabupaten Aceh Utara, Jumat (10/3/2023).
Menurut Jokowi, permasalahan pupuk saat ini disebabkan perang di Rusia dan Ukraina yang masih berlangsung.
"Karena produsen pupuk Rusia, pupuk Ukraina sangat gede sekali dan itu mengguncangkan sisi pertanian hampir semua negara. Produksi produktivitas menjadi turun akhirnya output-nya berkurang harga menjadi naik," ujarnya.
Baca juga:
- Petani Rembang Keluhkan Sulitnya Beli Pupuk Bersubsidi
- Pupuk Langka dan Mahal, Kementan Dorong Pakai Biosaka
Rawan Diselewengkan
Pengamat pertanian Dwi Andreas Santosa menyebut, 20-an persen dari total alokasi anggaran subsidi pupuk rawan diselewengkan. Pengamat pertanian dari Institut Pertanian Bogor (IPB) itu mengatakan, bentuk penyelewengan salah satunya mengganti kemasan subsidi menjadi nonsubsidi.
Penyelewengan anggaran pupuk subsidi dipicu disparitas harga antara pupuk bersubsidi dengan nonsubsidi.
"Kan itu ada 4 lini ya, lini 1, 2,3, 4. Kebocoran lini empat itu, di level paling bawah kan. Di distributor, di kelompok tani itu sendiri, itu kebocorannya mencapai 20 persen. Dan banyak macam-macamnya. Kemudian dulu pernah kami men-training periset dari Malaysia, tapi sudah agak lama ya, mereka cerita, di sawit di sana, sebagian pupuk itu ketika bungkusnya dibuka, di dalamnya itu pupuk bersubsidi bungkusnya, dari Indonesia," ucap Dwi Andreas kepada KBR, Rabu, (30/11/2022).
Editor: Wahyu S.