BERITA

Pasokan Batu Bara PLN Diklaim Teratasi, APBI Minta Keran Ekspor Segera Dibuka

""Dan juga banyak dampak kerugiannya. Tiap hari harus membayar demurrage. Itu sudah berlaku umum sih. Bisa sampai US$20 ribu sampai US$40 ribu per hari.""

Ranu Arasyki

Ilustrasi: Bongkar muat batu bara di kawasan pantai, Meureubo, Aceh Barat, Aceh. Kamis (9/12/21). (F
Ilustrasi: Bongkar muat batu bara di kawasan pantai, Meureubo, Aceh Barat, Aceh. Kamis (9/12/21). (Foto: Antara/Syifa Yulinnas)

KBR, Jakarta— Asosiasi Pertambangan Batu Bara Indonesia (APBI) meminta pemerintah segera membuka keran ekspor batu bara dalam waktu dekat mengingat krisis pasokan baru bara untuk Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) sudah teratasi.

Ketua APBI Hendra Sinadia mengatakan, jika kebijakan itu berlangsung lama, kerugian yang akan diderita produsen batu bara akan semakin membengkak. 

Apalagi, katanya, sampai saat ini banyak di antara pengusaha yang membayar biaya tambahan disebabkan tertahannya kapal pengangkut batu bara ke negara tujuan ekspor.

"Kami berharap ini jangan terlalu lama, karena makin lama, kerugian makin besar. Dan juga banyak dampak kerugiannya. Tiap hari harus membayar demurrage. Itu sudah berlaku umum sih. Bisa sampai US$20 ribu sampai US$40 ribu per hari. Belum juga ada penalty dan dampak lain. Dengan komitmen pasokan dalam negeri dan perusahaan harusnya ini sudah bisa dibuka," kata Hendra kepada KBR, Senin (10/1/2022).

Baca Juga:

Belajar dari kejadian ini, Hendra meminta pemerintah segera menyusun mekanisme yang tepat dan permanen untuk menyelesaikan masalah pasokan batu bara domestik antara produsen dan PLN. 

Misalnya, mengenai disparitas harga yang terlalu tinggi antara pasar global dan domestik, kerja sama, dan pengadaan kapal untuk menjamin distribusi pasokan.

"Cuma harus dicari mekanisme yang tepat agar penambangnya tidak terlalu dirugikan, PLN nya juga terutama masyarakat tidak dirugikan. Itu yang harus kita cari titik solusinya. Termasuk ekosistemnya keseluruhan, pengadaan kapal ke depannya secara keseluruhan itu seperti apa," sambungnya.

Menurut Hendra, membaiknya kinerja ekspor komoditas seperti batu bara menjadi salah satu penopang terbesar melejitnya neraca perdagangan Indonesia di tengah tekanan pandemi. 

Hal itu, lanjutnya, membuat Indonesia terhindar dari resesi ekonomi, menjaga nilai tukar rupiah terap stabil, dan mendorong pemulihan ekonomi nasional.

"Jadi perannya terhadap perekonomian tidak kecil ya untuk ekspor komoditas. Apalagi batu bara komoditas yang paling tinggi peningkatan harganya di tengah pandemi 2021. Jadi ini memang sangat penting dampaknya bagi perekonomian kita untuk ekspor. Ini memang menjadi perhatian pemerintah agar ekspor tetap berjalan, tapi di sisi lain prioritas utama ialah pemenuhan kebutuhan dalam negeri dalam hal ini ialah PLN," katanya.

Hendra memproyeksi, produksi batu bara pada 2022 mencapai 625 juta ton. Sementara untuk kegiatan ekspor, dia memperkirakan akan menyentuh 420—440 juta ton per tahun, disusul pemenuhan batu bara dalam negeri sekitar 190 juta ton per tahun.

Baca Juga:

Produktifitas

Peningkatan produktivitas batu bara itu menurut dia diiringi dengan kebutuhan listrik domestik dan internasional yang meningkat sejalan dengan perbaikan ekonomi dunia.

"Pabrik-pabrik juga akan beroperasi dengan penyebaran pandemi Covid-19 ini sudah mulai terkendali, pabrik akan beroperasi secara maksimal. Semen, tekstil, pupuk, dan sebagainya, juga PLN. Berarti kebutuhan listrik dalam negeri akan meningkat. Otomatis kebutuhan batu baranya meningkat. Apalagi sebagian besar, hampir 70 persen pembangkit listrik menggunakan batu bara," katanya.

Saat ini, negara tujuan ekspor batu bara terbesar masih didominasi oleh Tiongkok dan India, sedangkan di urutan kedua diisi negara-negara anggota ASEAN. 

Sebagian besar dari negara tujuan ekspor itu masih mengandalkan baru bara sebagai sumber utama kelistrikannya. 

Oleh sebab itu, dia menganggap hal yang wajar jika di antara negara-negara itu mengajukan protes kepada Indonesia, yang secara mendadak melarang ekspor batu bara.

"Kan kebutuhan energi itu adalah kebutuhan yang sangat primer. Jadi kalau negara terjadi kelangkaan energi akibat terkendala pasokan batu-bara termasuk impor atau ekspor dalam hal ini, negara-negara itu akan menyampaikan pertanyaan. Sama, Indonesia juga mewajibkan larangan ekspor sementara. Ini untuk kepentingan dalam negeri sendiri. Jadi memang energi ini penting. Demikian dengan yang diambil pemerintah untuk mengamankan pasokan dalam negeri dahulu, baru ekspor," tutupnya.

Editor: Agus Luqman

  • batu bara
  • kinerja ekspor-impor
  • neraca perdagangan
  • PLTU
  • APBI

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!