KBR, Jakarta- Ombudsman Republik Indonesia (ORI) menemukan dugaan maladministrasi dalam rencana impor 500.000 ton beras. Kata Anggota ORI, Alamsyah Saragih terdapat perbedaan pendapat antara Kementerian Pertanian yang menyatakan bahwa stok beras cukup, namun Kementerian Perdagangan yang mengklaim terjadi kelangkaan stok beras.
Alamsyah berkata, gejala maladministrasi yang ditemukan Ombudsman yaitu penyampaian informasi stok yang tidak akurat kepada publik, Ombudsman menduga ada indikasi proses mark up data produksi dalam model perhitungan, sebab pada akhir tahun 2017 tidak ada temuan penimbunan dalam jumlah besar.
Ombudsman juga menduga ada penyalahgunaan wewenang dalam penunjukan PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PT PPI) sebagai importir beras. Alasannya berdasarkan aturan yang diberikan tugas impor untuk menjaga stabilitas harga adalah Perum Bulog.
"Perpres kan mengatakan bahwa Bulog yang melakukan impor, kemudian ada Inpres pelaksana impor itu Bulog, kemudian Bulog sudah mendapat notifikasi dari WTO, tapi kemudian impor dengan alasan beras khusus melalui PT PPI jumlahnya juga 500 ribu ton. Jadi ada gejala yang sebaiknya Kementerian Perdagangan refleksi," ujar Alamsyah di Kantor Ombudsman Republik Indonesia, Senin (15 / 01 / 2018).
Ombudsman menilai, ada dugaan konflik kepentingan dalam penyusunan Permendag nomor 1 tahun 2018, sebab dibuat begitu cepat serta tanpa sosialisasi. Keputusan Menteri Perdagangan untuk melakukan impor beras pun dianggap tidak hati-hati, sebab dilakukn pada situasi menjelang panen.
Berdasarkan dugaan tersebut, Alamsyah menyatakan tengah melakukan koordinasi baik dengan Kementerian Pertanian maupun Kementerian Perdagangan untuk melakukan pertemuan. Namun ia belum dapat memastikan kapan pertemuan itu akan berlangsung.
Senada dikatakan Pengamat Pertanian dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia, Khudori. Dia menilai kebijakan impor beras melanggar dua aturan sekaligus. Aturan yang dimaksud meliputi Peraturan Presiden 48 tahun 2016 dan Intruksi Presiden nomor 5 tahun 2015. Kedua aturan itu mengatur tugas impor dalam menjaga stabilitas harga dilakukan oleh Perum Bulog.
Pelanggaran yang dimaksud adalah dengan menunjuk PT Perusahaan Perdagangan Indonesia untuk impor dan distribusi beras, seperti terangkum dalam Peraturan Menteri Perdagangan nomor 1 tahun 2018.
"PT PPI selama ini tidak secara ajeg menerima penugasan Public Service Obligation terkait beras. PT PPI juga tidak seperti Bulog, yang punya mitra dan punya jaringan distribusi, serta punya jaringan gudang yang luas. Melihat beberapa kenyataan tersebut, pertanyaannya kenapa bukan Bulog? Kalau problem utama pada beras medium, kenapa juga yang diimpor bukan beras medium?" Kata dia.
Ia menambahkan, informasi stok beras yang dimiliki Kementerian Pertanian juga dinilai tidak akurat. Menurutnya, gejala kenaikan harga sejak akhir tahun, tanpa temuan penimbunan dalam jumlah besar, mengindikasikan kemungkinan proses penggelembungan produksi dalam model perhitungan selama ini.
"Akibat data surplus itu, maka kita santai-santai saja. Tapi pada kenyataannya, stoknya malah menipis. Ini juga perlu dipertanyakan keakuratan datanya," imbuhnya.
Sebelumnya Ketua Asosiasi Petani Beras, Nuril Arifin menilai, dibukanya keran impor beras ini akan merugikan petani lokal. Penyebabnya dia memperkirakan beras yang diimpor tersebut akan masuk berbarengan dengan masa panen petani pada Maret 2018.
Selain itu ia juga menyebut, dengan melakukan impor beras maka petani akan sangat dirugikan yang membuat petani tak punya patokan untuk berproduksi maupun dalam harga.
"Petani menanggung beban kerugian inflasi. Dan ketika ada kenaikan mereka tidak menerima apa-apa karena mereka tidak bisa menjual beras atau gabah ke dinas pertanian maupun bulog secara langsung. Pembelian dilakukan kepada tengkulak-tengkulak," katanya saat dihubungi melalui sambungan telepon.
Baca: Alasan Pemerintah Impor Beras
Sebelumnya, Pemerintah melalui Kementerian Perdagangan (Kemendag) membuka keran impor beras khusus sebanyak 500 ribu ton. Impor tersebut dilakukan guna menjamin tersedianya pasokan beras di dalam negeri dan menurunkan harga beras di pasaran.
Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita menyatakan beras impor tersebut akan masuk pada akhir Januari.
Editor: Rony Sitanggang