INDONESIA

Warga Sindh Marah dengan Larangan Pesan Instan

"Layanan yang dilarang termasuk Skype, Viber dan WhatsApp selama 3 bulan."

Naeem Sahoutara & Shadi Khan Saif

Warga Sindh Marah dengan Larangan Pesan Instan
Pakistan, pesan instan, internet, keamanan, Naeem Sahoutara & Shadi Khan Saif

Sindh selama ini berkutat dengan persoalan kekerasan kelompok militan, sektarian dan kriminal... terutama tahun ini, dengan dampak terbesar pada kota pelabuhan, Karachi.

Untuk meredam kekerasan, Pemerintah Sindh berencana melarang pesan instan.

Sharjeel Inam Memon adalah Menteri Informasi Sindh.

“Suasana yang tertib dan kehidupan warga sangat penting bagi kami. Jadi pemerintah bermaksud menutup situs seperti Tango, Viber, Skype dan WhatsApp selama 3 bulan. Dengan begitu para teroris dan pelaku kriminal yang biasa memakai jaringan ini bakal tak bisa berkomunikasi.”

Pemerintah Sindh ingin larangan ini diberlakukan secara nasional.

Pemerintah pusat selama ini kerap mematikan jaringan telfon selular untuk waktu yang cukup lama pada hari nasional atau libur keagamaan.

Tujuannya untuk “menjamin keamanan warga”.

Jaringan ponsel di Pakistan sudah dimatikan 12 kali dalam setahun belakangan.

Pelajar seperti Ibrahim Abbas mengatakan, melarang situs dan aplikasi tidak bakal menghentikan kekerasan.

“Ada banyak jalur yang bisa dipakai dalam telfon Android, dan dari situ masih bisa akses ke Viber dan WhatsApp. Jika teroris ingin merencanakan pengeboman lewat Viber, dia akan cukup pintar untuk menembus jalur tersebut. Ini hanya akan membuat warga makin sengsara.”

Bagi beberapa orang, termasuk mahasiswa media Salima Bhutto, yang berusia 25 tahun, usulan pemerintah itu terdengar tidak masuk akal.

“Ini seperti lelucon saja. YouTube dan Viber sering dipakai anak muda. Jadi melarang keduanya hanya akan membuat kami frustrasi. Saya tidak akan pernah mendukungan pelarangan secara nasional.”

Di Pakistan terjadi perkembangan yang sangat pesat di bidang media sosial dalam beberapa tahun terakhir.

Ada 30 juta pengguna internet di sana.

Dan 8 juta warga Pakistan menggunakan Facebook, 2 juta lainnya ada di Twitter.

Angka ini pun terus tumbuh 7 persen setiap tahun.

Blogger seperti Afia Saleem mengatakan ada dampak positif  dari perkembangan ini.

“Perkembangan ini sangat penting dalam membuka ruang publik, isu publik, yang seringkali diabaikan atau dipinggirkan oleh media arus utama. Saya kira ada sumbangan besar terhadap arus informasi, keterbukaan, advokasi, penjangkauan dan aktivisme lainnya. Perannya sangat positif.”

Sebuah survei terbaru oleh lembga internasional menempatkan Pakistan dalam daftar sepuluh negara di dunia yang paling kecil kebebasan internetnya.

Pemerintah terus membatasi penggunaan internet di Pakistan.

Tapi di sisi lain, mereka juga sangat tergantung pada media sosial untuk mempromosikan agenda politik.

Politikus seperti Awab Alvi dari pihak Tehrik-e-Insaf Pakistan menghimbau pemerintah untuk meninjau kembali kebijakan pelarangan aplikasi pesan instan.

“YouTube sempat dilarang tahun 2005 dan 2010. Pemerintah perlu mengedukasi masyarakat kalau larangan itu untuk menyaring informasi.”

Tapi untuk sementara, Pemerintah Sindh terus melaju dengan larangan terhadap Skype, Viber dan WhatsApp.

Namun permohonan larangan itu harus disetujui dulu oleh Pemerintah pusat sebelum diterapkan.

Dan sejauh ini belum ada keputusan yang diambil.


  • Pakistan
  • pesan instan
  • internet
  • keamanan
  • Naeem Sahoutara & Shadi Khan Saif

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!